Rasa ingin tahu anak sering dianggap sebagai aset berharga oleh orang tua, namun dalam praktiknya, banyak yang justru membatasi eksplorasi si kecil karena alasan keamanan. Data terbaru mengungkapkan, meski 91% orang tua ingin mendorong sifat penasaran anak, hampir semua (97%) juga merasa wajib memberikan peringatan “hati-hati” dalam keseharian. Yang menarik, hanya sepertiga dari larangan tersebut benar-benar terkait risiko nyata, sementara hampir setengahnya muncul sebagai respons spontan tanpa penjelasan mendalam.

Peringatan Tanpa Penjelasan Kurang Efektif

Para pakar perkembangan anak menekankan pentingnya memberi alasan di balik setiap larangan. Daripada sekadar melarang, orang tua disarankan untuk mengajak anak memahami sebab-akibat suatu tindakan. Pendekatan ini tidak hanya memuaskan rasa ingin tahu anak, tetapi juga melatih mereka berpikir logis dan membangun ketahanan mental sejak usia dini.

Kesenjangan Antara Niat dan Tindakan

Survei tersebut menyoroti ketidakselarasan antara keinginan orang tua untuk mendukung eksplorasi anak dan kebiasaan mereka dalam memberi peringatan. Sebanyak 45% ucapan “jangan” atau “awas” ternyata lebih didorong oleh refleks instan ketimbang pertimbangan rasional. Padahal, penjelasan sederhana seperti “Itu panas, nanti tanganmu melepuh” jauh lebih edukatif dibanding sekadar larangan singkat.

Membangun Pemahaman, Bukan Ketakutan

Anak-anak yang sering mendapat penjelasan logis cenderung lebih percaya diri dalam mengeksplorasi lingkungan. Metode ini juga mengurangi rasa takut berlebihan karena anak belajar membedakan situasi berisiko nyata dari hal-hal yang sebenarnya aman. Dengan demikian, rasa ingin tahu mereka tidak terhambat, melainkan berkembang dalam koridor pemahaman yang tepat.