
Jakarta dan Ironi Krisis Air Bersih: Ketergantungan yang Mengkhawatirkan
Jakarta, kota yang dilintasi 13 sungai dan 76 anak sungai, ternyata tidak memiliki sumber air baku yang layak untuk diolah menjadi air minum. Pencemaran limbah telah membuat seluruh sumber air di Ibu Kota tidak bisa dimanfaatkan, sehingga hampir seluruh kebutuhan air bersihnya bergantung pada pasokan dari luar wilayah. Situasi ini menjadi ironi mengingat air adalah kebutuhan vital bagi jutaan penduduk Jakarta.
Ketergantungan pada Pasokan Luar Daerah
Arief Nasrudin, Direktur Utama PAM Jaya, mengungkapkan bahwa 95% air baku Jakarta masih didatangkan dari wilayah lain. Salah satu harapan besar terletak pada Bendungan Karian di Banten, yang pembangunannya belum sepenuhnya selesai. “Risikonya besar jika kita hanya bergantung pada satu sumber,” tegas Arief dalam acara Balkoters Talk di Balai Kota Jakarta, Jumat (19/9/2025).
Saat ini, cakupan layanan air perpipaan baru mencapai 74,24% dengan lebih dari satu juta pelanggan. PAM Jaya menargetkan bisa melayani 100% warga pada 2029, dengan jumlah pelanggan diperkirakan melebihi dua juta. Namun, tantangan tidak kecil karena 70% jaringan pipa berusia 25-40 tahun dan rentan bocor, menyebabkan kerugian hingga Rp 1 triliun per tahun.
Untuk mengatasinya, PAM Jaya membangun empat instalasi pengolahan air baru di Semanan, Muara Karang, Condet, dan Kanal Banjir Barat 2. Selain itu, teknologi *water purifier* juga diterapkan untuk memastikan kualitas air tetap layak minum meski melewati pipa tua.
Sungai Jakarta yang Tak Bisa Diandalkan
Firdaus Ali, Staf Khusus Gubernur Jakarta, menyoroti fakta memilukan bahwa tidak satu pun dari 13 sungai dan 76 anak sungai di Jakarta layak dijadikan sumber air baku. “Semua tercemar limbah,” ujarnya. Selain itu, cakupan layanan air perpipaan masih di bawah 50%, dengan tingkat kebocoran (*non-revenue water*) mencapai 45-47%—salah satu yang terburuk di dunia untuk kota berpenduduk lebih dari lima juta jiwa.
Lebih mengkhawatirkan, lebih dari 80% pasokan air Jakarta bergantung pada Waduk Jatiluhur melalui Kanal Tarum Barat (Kalimalang). Jika jalur ini terganggu, 81% warga Ibu Kota bisa kehilangan akses air bersih. “Ini sangat berbahaya bagi keamanan pasokan air Jakarta,” tegas Firdaus.
Perubahan Tata Kelola Air
Basri Baco, Wakil Ketua DPRD Jakarta, menyambut positif pengambilalihan pengelolaan air oleh PAM Jaya dari swasta. Menurutnya, selama 25 tahun dikelola swasta, perkembangan layanan air tidak maksimal. “PAM Jaya harus dikelola secara profesional dan berorientasi pada pelayanan, sekaligus berkontribusi pada Pendapatan Asli Daerah,” ujarnya.
Namun, Basri mengingatkan agar keadilan bagi warga miskin tetap menjadi prioritas. “Masih banyak yang kesulitan mendapatkan air bersih. Ini harus jadi fokus,” tegasnya.
Sejak mengambil alih pengelolaan pada 2023, PAM Jaya telah menambah 124 ribu sambungan rumah tangga. Arief menegaskan, harga air perpipaan yang hanya Rp 1 per liter jauh lebih murah dibanding air kemasan. “Kami ingin masyarakat beralih ke air PAM,” ucapnya.