
Mengasuh Anak: Waspadai 3 Pola Pengasuhan yang Tanpa Sadar Menjebak
Menjadi orangtua adalah perjalanan penuh tantangan. Meski sudah dibekali pengetahuan dan pengalaman, tak jarang kita terjebak dalam kebiasaan pengasuhan yang justru kurang ideal. Tanpa disadari, beberapa pola ini bisa berdampak negatif pada perkembangan anak.
3 Jebakan dalam Mengasuh Anak
Dr. Matthew H. Rouse, PhD, psikolog klinis dari Child Mind Institute, mengungkap tiga pola umum yang sering menjadi “jebakan” bagi orangtua.
1. Jebakan Memuncak
Situasi ini kerap terjadi dalam keseharian. Misalnya, saat anak merengek minta cokelat sebelum makan malam. Orangtua awalnya menolak, tapi karena tangisan kian menjadi, akhirnya menyerah demi ketenangan. Akibatnya, anak belajar bahwa merengek keras adalah cara ampuh untuk mendapatkan keinginannya.
Sebaliknya, ada juga anak yang baru bergerak saat orangtua meninggikan suara. Contohnya, ketika diminta berhenti menonton TV, mereka baru patuh setelah orangtua marah. Pola ini membuat anak menganggap instruksi orangtua tidak serius kecuali disertai teriakan.
Solusinya: Tetap tenang dan konsisten. Jangan mengubah keputusan hanya karena rengekan atau amukan. Berikan konsekuensi jelas jika anak tidak menuruti, dan beri pujian saat mereka bersikap kooperatif.
2. Jebakan “Ini Sedang Masanya”
Banyak orangtua menganggap perilaku buruk anak sebagai fase normal, seperti berkata, “Namanya juga anak-anak.” Misalnya, ketika balita memukul temannya, orangtua membiarkannya dengan harapan perilaku itu akan hilang sendiri.
Padahal, respons orangtua sangat menentukan. Jika dibiarkan, anak bisa menganggap tindakan agresif sebagai hal wajar atau cara efektif dapat perhatian.
Solusinya: Tegas menetapkan batasan. Tanggapi segera perilaku tidak pantas, dan beri pujian saat anak bersikap baik. Dengan begitu, mereka belajar membedakan mana yang boleh dan tidak.
3. Jebakan “Kamu Melakukan Ini dengan Sengaja”
Orangtua kadang mengira anak sengaja berbuat salah untuk membuat kesal. Contohnya, saat diminta bersiap pergi, anak malah asyik bermain, lalu orangtua berkata, “Kamu sengaja bikin Mama kesal, ya?”
Menurut Rouse, anggapan ini berbahaya karena anak sebenarnya belum punya kontrol diri sempurna. Perilaku mereka sering muncul karena kebingungan, cemas, atau sekadar kesalahan, bukan niat jahat.
Solusinya: Hindari memberi label “manipulatif” pada anak. Amukan atau kelalaian biasanya reaksi spontan, bukan rencana untuk mengganggu. Dengan pemahaman ini, orangtua bisa lebih sabar membantu anak menghadapi situasi sulit.
Konsistensi Kunci Pengasuhan Sehat
Ketiga jebakan ini wajar terjadi, bahkan pada orangtua yang penuh kasih. Kuncinya adalah kesadaran dan konsistensi. Dengan menghindari reaksi emosional berlebihan, tidak menormalisasi perilaku buruk, serta tidak buru-buru menyalahkan anak, pola pengasuhan akan lebih efektif.
Meski melelahkan, konsistensi dan kesabaran adalah investasi jangka panjang. Anak tidak hanya belajar disiplin, tapi juga merasa aman karena orangtuanya merespons dengan tenang dan mendukung.