
Pengguna Mobil Listrik Diminta Patuhi Etika Charging di SPKLU
Masih banyak pemilik kendaraan listrik yang kurang memperhatikan tata cara pengisian daya di stasiun pengisian umum (SPKLU). Beberapa kebiasaan seperti membiarkan mobil terisi penuh 100% atau tetap parkir meski tidak sedang mengisi daya dinilai mengganggu kenyamanan pengguna lain.
Arwani Hidayat, Ketua Umum Komunitas Mobil Elektrik Indonesia (Koleksi), menekankan pentingnya pemahaman etika tidak tertulis saat menggunakan fasilitas pengisian publik. Ia memberi contoh, beberapa mobil listrik dengan colokan CCS2 sebenarnya bisa diisi daya di rumah tanpa masalah. Namun, saat digunakan di SPKLU, sistem baterainya hanya mampu menerima daya sekitar 15 kW per jam.
Dampak Pengisian Lama terhadap Antrian
“Jika kapasitas baterai mobil 20 kWh, butuh waktu sekitar 1,5 jam untuk mencapai 100%. Masalahnya, jika banyak pengguna melakukan hal serupa di SPKLU, antrian akan semakin panjang. Padahal, SPKLU bisa memberikan daya lebih besar untuk pengguna lain,” jelas Arwani kepada Kompas.com (25/8/2025).
Ia menilai perlunya regulasi untuk mengatur hal ini. “Kita tidak ingin hanya menjadi pasar mobil listrik murah tanpa memperhatikan ekosistemnya. Aturan diperlukan agar tidak terjadi antrean berlebihan di SPKLU,” tegasnya.
Dua Prinsip Penting bagi Pengguna SPKLU
Menurut Arwani, ada dua hal utama yang harus diperhatikan pengguna:
- Efisiensi Pengisian Daya – Saat SPKLU ramai, disarankan berhenti mengisi daya di level 80%. “Jika sepi, silakan isi penuh. Tapi jika ada antrian, cukup 80% karena sisa 20% memakan waktu ekstra 20-30 menit dan memperpanjang antrean,” ujarnya. Selain itu, menghentikan pengisian di 80% juga membantu memperpanjang umur baterai.
- Etika Parkir Setelah Charging – Pengguna harus segera memindahkan mobil begitu pengisian selesai. “Jangan ditinggal makan atau pura-pura tidak tahu. Setiap mobil punya notifikasi di aplikasi, jadi bisa dicek. Jika sudah penuh, segera kosongkan spot untuk pengguna lain,” tegas Arwani.
Sanksi untuk Pengguna Tidak Disiplin
Beberapa pengguna bahkan kerap memarkir mobil di area SPKLU tanpa melakukan pengisian—entah sekadar parkir atau berpura-pura mencolokkan kabel tanpa transaksi. “Perilaku ini sangat tidak etis. Di luar negeri, pelakunya dikenai denda. Beberapa penyedia SPKLU di Indonesia juga sudah menerapkan idle fee, di mana biaya tambahan terus berjalan jika mobil tidak dipindahkan dalam 15 menit setelah charging selesai,” ungkapnya.
Sebagai upaya edukasi, Koleksi membuat “wall of shame” di media sosial. Foto pengguna yang parkir sembarangan atau melanggar etika diunggah di Facebook dan Instagram. “Tujuannya agar mereka malu. Budaya tertib charging perlu dibangun karena mobil listrik bukan hanya soal teknologi, tapi juga kesadaran penggunanya,” pungkas Arwani.