
Ketika Cinta Berubah Jadi Kontrol: Psikolog Beberkan Tanda Hubungan Tidak Sehat
Film *SORE: Istri dari Masa Depan* mengangkat kisah hubungan rumit antara dua individu dengan latar belakang berbeda. Salah satu pesan tersiratnya adalah keinginan untuk mengubah pasangan demi “kebaikan”. Namun, menurut Psikolog Klinis Yustinus Joko Dwi Nugroho, M.Psi., niat seperti itu bisa berbalik merusak jika dilakukan dengan cara yang keliru.
Dalam wawancara dengan *Kompas.com* (6/8/2025), Psikolog Joko menegaskan bahwa hubungan sehat seharusnya menjadi wadah saling mendukung, bukan memaksakan perubahan berdasarkan keinginan sepihak. “Kalau motivasi perubahan adalah untuk memenuhi ego kita, itu bukan cinta,” tegasnya.
Berikut lima tanda bahwa upaya mengubah pasangan justru meracuni hubungan:
1. Pasangan merasa tidak cukup baik apa adanya
Kritik berlebihan, perbandingan, atau tuntutan menjadi versi “ideal” bisa mengikis kepercayaan diri pasangan. Psikolog Joko menyebut fenomena ini mirip lirik lagu *Denny Caknan Ojo Dibanding-bandingke*: “Tentu kalau orang dibanding-bandingkan itu kan nggak suka ya.” Lama-kelamaan, pasangan merasa usahanya tak pernah dihargai.
2. Ada dominasi sepihak dalam pengambilan keputusan
Ketika satu pihak mengontrol segalanya—bahkan hal-hal pribadi—keseimbangan hubungan pun runtuh. “Kalau salah satu dominan, yang lain tentu nggak akan nyaman,” ujar Psikolog Joko. Situasi ini menciptakan ketidaknyamanan dan tekanan psikologis.
3. Tekanan emosional dan rasa bersalah
Kalimat seperti “Kalau kamu cinta aku, kamu harus berubah” adalah contoh manipulasi emosional. Psikolog Joko mengingatkan: “Menggunakan ancaman halus tapi memaksa tentu nggak enak banget untuk pasangan.” Taktik ini berbahaya karena memicu kepatuhan yang tidak tulus.

Refleksi dari film SORE, psikolog ungkap menjaga kesehatan diri adalah wujud dari cinta. Ini penjelasannya.
4. Pasangan kehilangan jati diri
Terus-menerus dipaksa memenuhi ekspektasi orang lain bisa menghilangkan identitas asli seseorang. Hubungan seperti ini rentan memunculkan frustrasi dan perasaan terjebak dalam “diri palsu”.
5. Konflik terus-menerus karena penolakan perubahan
“Kalau pasangan dipaksa terus untuk memenuhi ekspektasi kita, lama-lama akan kehilangan jati diri,” papar Psikolog Joko. Jika penolakan diikuti pertengkaran berulang, itu pertanda hubungan sudah salah arah. Dampaknya? Jarak emosional yang semakin melebar.
Cinta yang sehat bukan tentang mengubah, melainkan menerima pasangan apa adanya. Perubahan seharusnya datang dari kesadaran diri, bukan paksaan atau ego.