
Ketika Anak Tak Mau Mendengarkan: 5 Strategi Efektif Tanpa Amarah
Menghadapi anak yang enggan menuruti perkataan orangtua kerap memicu rasa frustasi. Meski sudah diingatkan berulang kali, respons yang muncul justru sikap acuh atau perlawanan. Alih-alih membaik, situasi ini malah berujung pada emosi yang meledak, padahal marah dan berteriak hanya akan memperlebar jarak antara orangtua dan anak.
“Orangtua merasa tidak dihormati, frustasi, dan akhirnya berteriak sambil bertanya-tanya, ‘Bagaimana caranya agar anak mau mendengarkan?'” ungkap Suzanne Tucker, pendiri Generation Mindful sekaligus terapis fisik, seperti dikutip dari *Gen Mindful* (2/9/2025). Menurutnya, emosi semacam ini wajar, tetapi bukan berarti harus diatasi dengan kemarahan. Tucker membagikan lima langkah praktis agar anak lebih kooperatif tanpa perlu naik pitam.
5 Cara Membuat Anak Mau Mendengarkan Tanpa Marah
*Ilustrasi anak sedang fokus menggambar bersama ibu.*
1. Bangun Kerja Sama Sejak Awal
Tucker menyarankan untuk menciptakan kolaborasi sejak awal. Anak-anak yang keras kepala cenderung menolak perintah yang terkesan otoriter. Daripada patuh, mereka mungkin mengabaikan atau malah melawan.
Kuncinya adalah kehadiran fisik dan emosional orangtua. Tatap mata anak, sentuh bahu atau lututnya dengan lembut, lalu sampaikan pesan secara jelas. Hindari memberi perintah dari ruangan lain, sekalipun dengan nada ramah.
“Perintah yang disampaikan dari jarak jauh atau terburu-buru justru memicu perlawanan,” jelas Tucker. Ganti kata-kata seperti *harus* atau *tidak boleh* dengan kalimat yang lebih mengajak. Contohnya, daripada mengatakan, “Kamu harus membereskan mainan sekarang,” lebih baik ucapkan, “Ayo, kita rapikan mainan bersama.”
2. Tanggapi, Jangan Bereaksi
Ketika anak menolak, tahan diri untuk tidak langsung marah. Penolakan mereka biasanya bukan serangan pribadi, melainkan respons alami terhadap perubahan atau perintah. Dengan tetap tenang, orangtua bisa membimbing tanpa menimbulkan ketakutan.
“Menanggapi alih-alih bereaksi memang sulit, tetapi ketenangan adalah contoh terbaik bagi anak,” kata Tucker. “Dengan cara ini, Anda 110% lebih efektif dalam mengarahkan mereka sambil menjaga rasa hormat dan tanggung jawab.”
3. Tunjukkan Empati
Anak lebih mudah bekerja sama jika merasa dipahami. Misalnya, saat mereka asyik bermain dan diminta berhenti, coba akui perasaan mereka dengan kalimat seperti, “Kamu lagi seru ya main Lego,” atau “Mama tahu kamu masih ingin lanjut.”
Ungkapan sederhana ini membuat anak merasa didengar. Empati bisa menjadi pintu menuju kerja sama, karena mereka akan lebih terbuka saat merasa dihargai.
4. Sampaikan Permintaan dengan Jelas
Setelah suasana tenang, ulangi permintaan dengan bahasa yang sederhana dan mendorong tindakan. Beri arahan konkret, bukan larangan. Contohnya, “Sekarang waktunya makan. Pegang tangan Mama, kita ke meja makan dulu. Nanti main Lagi setelah selesai, ya.”
Untuk anak balita, bisa dibantu dengan permainan imajinatif, seperti menganggap mainan sedang “dipause” dan akan dilanjutkan nanti.
5. Konsistensi adalah Kunci
Terakhir, Tucker menekankan pentingnya konsistensi. Gunakan pendekatan yang sama secara berulang, tanpa kembali ke kebiasaan marah-marah. Anak butuh waktu untuk beradaptasi. Jika orangtua sabar dan konsisten, lambat laun mereka akan memahami pola komunikasi ini.
Jika masalah sering terulang (misalnya, anak sulit diajak makan), ajak mereka berdiskusi saat suasana santai. Tanyakan, “Menurutmu, bagaimana caranya agar kita bisa lebih mudah berkumpul di meja makan?” Libatkan anak dalam mencari solusi agar mereka merasa memiliki andil dalam aturan tersebut.
Membimbing anak untuk mendengarkan memang membutuhkan kesabaran. Namun, dengan lima strategi ini, orangtua bisa menciptakan dinamika yang lebih harmonis—tanpa teriakan, tetapi dengan saling menghargai.