
Kehidupan modern seringkali memaksa kita menghadapi tekanan dari berbagai sisi, mulai dari tuntutan pekerjaan hingga tanggung jawab pribadi. Tak heran jika rasa lelah atau stres kerap muncul. Namun, tahukah Anda bahwa ada perbedaan besar antara stres biasa dan *burnout*? Memahami perbedaannya sangat krusial agar penanganannya tepat dan tidak berlarut-larut.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa *burnout* bukan sekadar kelelahan biasa. Ini adalah sindrom yang muncul akibat stres kerja kronis yang tidak tertangani dengan baik.
“Banyak orang salah kaprah menggunakan istilah *burnout* untuk menggambarkan stres sehari-hari,” ujar Jessi Gold, MD, Chief Wellness Officer di University of Tennessee System, seperti dikutip SELF Magazine, Rabu (27/8/2025).
Lantas, bagaimana cara membedakan keduanya? Simak penjelasannya berikut ini.
Apa perbedaan stres dan burnout?
1. Burnout terkait erat dengan pekerjaan
Stres bisa berasal dari banyak hal, seperti masalah keuangan, hubungan, atau kesehatan. Namun, *burnout* secara spesifik berhubungan dengan dunia kerja.
“Jika Anda merasa kehabisan energi karena mengurus rumah tangga, mengasuh anak, atau menjadi mahasiswa, itu juga termasuk *burnout* karena aktivitas tersebut berfungsi seperti pekerjaan,” jelas Angela Neal-Barnett, PhD, profesor psikologi dari Kent State University.
Istilah seperti “*dating burnout*” atau “*exercise burnout*” sebenarnya kurang tepat—yang lebih mendekati adalah stres biasa, bukan *burnout*.
2. Stres bersifat sementara, burnout menetap
Ketika menghadapi *deadline*, stres bisa melonjak, tapi biasanya mereda setelah tugas selesai. Ini adalah ciri khas stres: ia datang dan pergi.
Sebaliknya, *burnout* adalah hasil dari stres berkepanjangan yang tidak tertangani, seringkali berlangsung lebih dari enam bulan.
“*Burnout* terjadi ketika stres terus-menerus tidak dikelola, hingga tubuh dan pikiran seperti menyerah,” papar Neal-Barnett.
3. Burnout disertai rasa apatis dan hilangnya gairah
Stres mungkin membuat seseorang merasa terbebani, tetapi motivasi untuk menyelesaikan tugas biasanya masih ada.
Pada *burnout*, yang muncul justru perasaan acuh tak acuh, sinis, dan kehilangan arti dalam pekerjaan.
“Mereka yang mengalami *burnout* sering merasa usahanya sia-sia. Mereka bekerja sekadar untuk bertahan, bukan karena passion,” ungkap Christina Maslach, PhD, profesor psikologi di University of California, Berkeley.
4. Burnout berdampak signifikan pada performa kerja
Stres jangka pendek mungkin mengganggu fokus, tapi kinerja biasanya kembali normal setelah tekanan berlalu.
Sedangkan *burnout* menyebabkan penurunan produktivitas yang bertahan lama. Anda mungkin mulai sering melewatkan tenggat waktu, membuat kesalahan kecil, atau kehilangan semangat untuk memberikan yang terbaik.
Bahkan, menurut Maslach, orang dengan *burnout* bisa merasa gagal meski sebenarnya performanya masih dianggap baik oleh orang lain.
5. Stres bisa diredakan, burnout lebih sulit diatasi
Banyak orang punya cara untuk melepas stres, seperti berolahraga, menonton film, atau bersosialisasi. Aktivitas ini cukup efektif meredakan ketegangan sesaat.
Tapi bagi yang mengalami *burnout*, kegiatan tersebut tidak lagi memberi efek positif. Hal-hal yang dulu menyenangkan bisa terasa hambar dan melelahkan.
“Aktivitas favorit tiba-tiba kehilangan daya tariknya, bahkan justru menguras energi,” kata Gold.
6. Istirahat singkat tidak cukup untuk pulih dari burnout
Liburan atau cuti pendek mungkin cukup untuk mengembalikan energi setelah stres. Namun, bagi *burnout*, solusi ini tidak menyentuh akar masalah.
“*Burnout* seringkali disebabkan oleh sistem yang bermasalah, seperti beban kerja berlebihan, lingkungan kerja toksik, atau kurangnya dukungan,” jelas Maslach.
Tanpa perubahan mendasar, *burnout* akan terus kembali meski seseorang sudah beristirahat.
Perbedaan utama antara stres dan *burnout* terletak pada tingkat keparahan dan durasinya.
Stres bersifat sementara dan bisa hilang setelah sumber tekanan berlalu, sementara *burnout* adalah kondisi kronis akibat stres kerja yang menumpuk tanpa solusi.
Mengenali gejalanya sejak dini penting agar tindakan penanganan bisa segera diambil, baik dengan manajemen stres yang lebih baik, diskusi dengan atasan, atau evaluasi ulang jalur karier.
“*Burnout* bukan tanda kemalasan atau kegagalan, melainkan sinyal bahwa ada yang salah dengan sistem, dan tubuh Anda sedang meminta perhatian,” tegas Gold.