Indonesia sedang berupaya keras mendorong penggunaan kendaraan listrik roda dua, tetapi tantangan terbesar bukan terletak pada teknologi kendaraannya, melainkan pada infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian daya (SPKLU) dan tempat penukaran baterai (SPBKLU). Menurut laporan Rocky Mountain Institute (RMI), percepatan elektrifikasi sangat bergantung pada ketersediaan fasilitas pengisian yang merata dan mudah diakses.
Target Besar, Infrastruktur Tertinggal
Pemerintah mencanangkan target ambisius dengan jutaan kendaraan listrik pada 2030. Namun, pertumbuhan SPKLU dan SPBKLU belum mampu mengimbangi lonjakan permintaan. Padahal, dalam beberapa tahun ke depan, dibutuhkan puluhan ribu titik pengisian dan penukaran baterai untuk memenuhi kebutuhan pengguna.
Masalah Standardisasi dan Distribusi
Salah satu kendala utama adalah belum adanya standar baterai yang seragam. Tanpa keseragaman ini, ekosistem penukaran baterai bisa terpecah, menyulitkan konsumen menemukan stasiun yang kompatibel. Selain itu, distribusi SPKLU saat ini masih timpang—terpusat di kota-kota besar, sementara mayoritas pengguna motor listrik berada di kota-kota kecil dan menengah.
Kenyamanan Pengguna Jadi Kunci
Keberhasilan transisi ke kendaraan listrik tidak hanya ditentukan oleh harga yang terjangkau, tetapi juga kemudahan akses pengisian daya. Pemerintah menargetkan rasio SPKLU sebesar 17:1 pada 2027 dan 15:1 pada 2030 sebagai bagian dari strategi menuju transportasi rendah emisi.
Untuk mendukung hal ini, Kementerian ESDM sedang menyusun peta jalan lima tahun ke depan guna memperluas jaringan SPKLU dan SPBKLU secara nasional. Tanpa infrastruktur yang memadai, target elektrifikasi kendaraan di Indonesia akan sulit tercapai.







