
Sebuah insiden bentrokan terjadi di Jalan Kemang Raya, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, pada Kamis (30/4/2025) pagi. Lippo Group mengklaim sebagai pemilik sah lahan yang menjadi lokasi konflik tersebut. Direktur Eksternal Lippo Group, Danang Kemayan Jati, menegaskan bahwa orang-orang yang menempati lahan itu adalah preman yang mencoba mengambil alih hak milik perusahaan.
Danang menjelaskan bahwa Lippo Group telah memiliki lahan tersebut secara legal sejak 2014, dilengkapi dengan Surat Kepemilikan Tanah (SKT) dan dokumen lainnya. “Kami memiliki tanah itu secara sah sejak 2014. Sudah sebelas tahun yang lalu,” kata Danang.
Sekelompok orang yang mengaku sebagai ahli waris mulai menduduki lahan yang memiliki tiga bangunan di dalamnya sejak Maret lalu. Pada hari terjadinya bentrokan, Danang mengaku bahwa kuasa hukum perusahaan berusaha untuk bernegosiasi dan meminta agar lahan tersebut diserahkan kembali. Namun, tawaran tersebut ditolak.
Danang juga menyoroti adanya dugaan mafia yang memprovokasi sekelompok orang tersebut untuk menduduki lahan milik perusahaan dan mengaku sebagai ahli waris. “Kami tidak tahu aktor mana yang memprovokasi mereka, tapi kami yakin bahwa mereka bukan ahli waris yang sah,” kata Danang.
Bentrokan terjadi ketika sekelompok orang utusan perusahaan yang berjumlah sekitar 20 orang diserang dengan lemparan batu dari dalam area lahan. Polres Jakarta Selatan telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka dari total 27 orang yang diperiksa setelah kejadian tersebut.
Kapolsek Mampang Prapatan, Komisaris Aba Wahid Key, menjelaskan bahwa kuasa hukum perusahaan dihalangi oleh sekelompok orang yang mengeklaim sebagai ahli waris dengan cara melempari mereka. “Mereka dihalangi oleh sekelompok orang yang menempati lahan tersebut yang mengaku selaku ahli waris dengan cara melempari ke arah luar lahan sehingga terjadi saling lempar batu,” kata Aba.
Polisi juga mengungkapkan bahwa kelompok penyerang dalam bentrokan di Jalan Kemang Raya itu diduga merupakan orang bayaran yang disewa oleh pihak yang mengaku memiliki legalitas atas lahan yang disengketakan.