
Proses Kerja Sama ASDP dan Jembatan Nusantara Dipertanyakan di Sidang Korupsi
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kejanggalan dalam kerja sama antara PT ASDP Indonesia Ferry dengan PT Jembatan Nusantara (JN). Dalam sidang kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (7/8/2025), jaksa mempertanyakan alasan kerja sama tersebut dilakukan tanpa izin komisaris dan Menteri BUMN.
Pertanyaan Krusial Soal Prosedur
Salah satu jaksa menekankan, kerja sama usaha (KSU) antara kedua perusahaan sudah dibahas dalam rapat pada 20 Agustus 2019. Namun, perjanjian resmi baru ditandatangani tiga hari kemudian, pada 23 Agustus 2019, tanpa menunggu persetujuan dari komisaris dan menteri.
“Kenapa terburu-buru? Mengapa tidak menunggu izin yang seharusnya?” tanya jaksa kepada Christine Hutabarat, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP (2019-2020), yang hadir sebagai saksi.
Detail Rapat yang Dipertanyakan
Dalam rapat 20 Agustus 2019, kedua perusahaan telah membahas besaran manajemen fee dan dana operasional senilai Rp32 miliar per bulan. Namun, angka tersebut tidak tercantum dalam dokumen KSU yang ditandatangani pada 23 Agustus. Baru pada Oktober 2019, nilai Rp32 miliar kembali dimasukkan dalam revisi perjanjian.
“Mengapa detail penting ini hilang dalam dokumen awal? Apa yang terjadi dalam tiga hari itu?” tanya jaksa.
Christine mengaku tidak ingat rincian rapat tersebut, meski parafnya tercatat dalam daftar hadir. Ia menyatakan bahwa timnya hanya bertugas menyiapkan kajian pendukung, bukan mengambil keputusan final.
Kajian yang Tidak Jelas
JPU mencatat, tidak ada dokumen kajian yang mendukung KSU pada Agustus 2019. Christine mengakui bahwa saat itu PT ASDP langsung mengejar peluang bisnis tanpa kajian mendalam.
“Kami melihat ada potensi pendapatan, jadi KSU langsung ditandatangani agar tidak kehilangan kesempatan,” ujarnya.
Namun, jaksa membantah alasan tersebut, mengingat besaran Rp32 miliar per bulan sudah disebut sejak awal, tetapi tidak konsisten dalam dokumen resmi.
Dugaan Kerugian Negara Rp1,25 Triliun
Kasus ini bermula dari akuisisi 53 kapal bekas milik PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP, yang seharusnya membeli kapal baru. Investigasi KPK menemukan bahwa beberapa kapal dalam kondisi rusak, bahkan ada yang tenggelam.
“Berdasarkan laporan uji tuntas, KMP Marisa Nusantara tidak layak beroperasi karena sertifikatnya kadaluarsa, sementara KMP Jembatan Musi II dalam kondisi karam,” jelas jaksa.
Akuisisi ini diduga merugikan negara sebesar Rp1,25 triliun dan menguntungkan pemilik PT JN, Adjie, dengan nilai yang sama. Tiga mantan direktur PT ASDP kini menjadi terdakwa dalam kasus ini.