
Wakil Gubernur DKI Jakarta Tegaskan Predikat “Layak Anak” Bukan Jaminan Keamanan Mutlak
Rano Karno, Wakil Gubernur DKI Jakarta, menyoroti kasus eksploitasi seksual terhadap seorang remaja 15 tahun di Jakarta Barat yang dipaksa menjadi pemandu lagu (lady companion/LC). Ia menegaskan, gelar “Kota Layak Anak” yang disandang Jakarta tidak menjamin wilayahnya steril dari kejahatan terhadap anak.
Sistem Perlindungan Anak Lebih Penting daripada Pengawasan Langsung
“Kita tidak bisa memantau satu per satu. Jakarta dihuni oleh 11 juta penduduk,” ujar Rano di Balai Kota Jakarta, Senin (11/8/2025). Ia menjelaskan, predikat tersebut bukan berarti pemerintah mengawasi setiap anak secara individual, melainkan membangun sistem perlindungan yang memadai.
Salah satu wujudnya adalah kehadiran Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) sebagai sarana belajar, bermain, dan bersosialisasi. “Kota layak anak berarti sistem yang kita ciptakan untuk kesejahteraan anak, bukan pengawasan personal,” tegasnya.
Peran Orang Tua Tetap Kunci Utama
Meski demikian, Rano menekankan bahwa tanggung jawab utama perlindungan anak tetap berada di tangan orang tua. “Apa Jakarta 100% aman? Belum tentu. Semua kembali pada pengawasan keluarga,” katanya.
10 Pelaku Eksploitasi Anak Ditangkap
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menangkap 10 orang terkait kasus eksploitasi SHM (15), korban yang dipaksa menjadi LC sekaligus melayani pria hidung belang di sebuah bar Jakarta Barat. Para tersangka meliputi:
– TY alias BY
– RH
– VFO alias S
– FW alias Mak C
– EH alias Mami E
– NR alias Mami R
– SS
– OJN
– HAR alias R
– RH
Mereka berperan sebagai penampung, perekrut, “mami”, pemasaran bar, hingga pengantar korban.
Modus Perekrutan via Facebook
Korban direkrut melalui Facebook dengan iming-iming pekerjaan sebagai pemandu lagu berupah Rp125.000 per jam. Awalnya, korban diberi tahu tugasnya hanya menemani karaoke, namun saat tiba di lokasi, ia dipaksa melayani pelanggan dengan bayaran Rp175.000–Rp225.000 per transaksi.
Jerat Hukum Berlapis untuk Pelaku
Para tersangka dijerat dengan:
– Pasal 76D jo. Pasal 81, dan/atau Pasal 76E jo. Pasal 82, dan/atau Pasal 76I jo. Pasal 88 UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak.
– Pasal 12 dan/atau Pasal 13 UU No. 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
– Pasal 2 UU No. 21/2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa perlindungan anak memerlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga.