
Dari Impian Jadi Perawat Hingga Memimpin Sekolah untuk Anak Marjinal
Awalnya, Christina Induyanti atau yang akrab disapa Iin bercita-cita menjadi perawat. Namun, jalan hidup membawanya ke arah yang berbeda. Keterbatasan ekonomi membuatnya mengikuti saran orang tuanya untuk mengambil jurusan sekretaris di SMK Tarakanita. “Dulu saya ingin jadi perawat, tapi ibu menyuruh saya sekolah sekretaris. Ya sudah, saya ikuti saja untuk membahagiakan orang tua,” kenang Iin saat berbincang di Sekolah Alternatif untuk Anak Jalanan (SAAJA) Setiabudi, Jakarta Selatan.
Setelah lulus, Iin segera mencari pekerjaan untuk membantu keuangan keluarga. “Waktu itu kondisi ekonomi sulit, jadi saya langsung melamar kerja setelah lulus SMK tanpa melanjutkan kuliah,” ungkapnya. Suatu hari, ia mendapat tawaran pekerjaan dari kerabat. Namun, alih-alih wawancara, ia justru diminta terjun langsung ke lapangan untuk mendata daerah yang belum mendapat bantuan pemerintah.
Memasuki Dunia Sosial
Pengalaman itu menjadi awal perjalanan Iin di dunia kemanusiaan. Dari mendistribusikan bantuan pangan hingga memperjuangkan hak pendidikan anak-anak, ia semakin memahami makna pekerjaan sosial. Ketekunan dan disiplinnya menarik perhatian Farid Fakih, pendiri SAAJA, yang kemudian mengajaknya terlibat dalam berbagai kegiatan sosial di Jakarta dan Bogor.
Meski sempat mencoba bekerja di sektor korporasi, Iin merasa tidak cocok dengan rutinitas yang monoton. “Saya merasa lebih bisa berkembang di dunia sosial. Di sini, banyak hal yang bisa saya tingkatkan,” ujarnya. Akhirnya, ia memutuskan kembali ke SAAJA Setiabudi dan bersama rekannya, Nunung, menghidupkan kembali sekolah yang sempat vakum.
SAAJA Setiabudi: Lebih dari Sekadar Sekolah
Berbeda dengan cabang SAAJA di Jakarta Timur yang fokus pada anak jalanan, SAAJA Setiabudi juga menerima anak-anak dari keluarga prasejahtera. “Kami menyediakan pendidikan alternatif. Lokasinya tidak di tengah permukiman, dan kami tidak hanya melayani anak jalanan, tapi juga mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu,” jelas Iin.
Meski impiannya menjadi perawat tidak terwujud, Iin bersyukur bisa berkontribusi bagi pendidikan anak-anak. Kebahagiaan terbesarnya adalah melihat perkembangan murid-muridnya. “Ada kepuasan tersendiri saat anak yang awalnya tidak bisa menjadi mampu. Kami juga belajar memahami mereka, seperti menghadapi tantrum atau mendengarkan cerita mereka,” tuturnya.
Tanpa Biaya, Tanpa Gaji, tapi Penuh Dedikasi
SAAJA Setiabudi tidak memungut biaya sepeser pun dari murid. Iin dan Nunung pun tidak menerima gaji. Mereka hanya sesekali memberikan uang transportasi untuk Nunung. Semua donasi yang masuk digunakan sepenuhnya untuk kebutuhan siswa. “Yang penting kegiatan belajar anak-anak berjalan lancar. Meski kami tidak mendapat pemasukan, kami berusaha agar mereka tetap bisa belajar,” tegas Iin.
Kini, SAAJA Setiabudi memiliki 37 murid, terdiri dari 14 anak TK A yang diasuh Iin dan 23 anak TK B dibimbing Nunung. Selain program TK, sekolah ini juga menyelenggarakan bimbingan belajar setiap Sabtu untuk siswa SD, SMP, dan SMA, dengan dukungan relawan mahasiswa, termasuk pengajaran bahasa Inggris.