
BPOM menarik izin edar empat produk perawatan kulit dari Amira Aesthetic Clinic (AAC) milik dr. Amira Farahnaz, sosok yang dikenal luas sebagai “dokter detektif” atau “doktif”. Keputusan ini diumumkan melalui akun Instagram resmi BPOM pada 7 Agustus 2025, menyusul temuan ketidaksesuaian komposisi produk dengan klaim di kemasan.
Keempat produk yang dilarang beredar adalah AAC Face Tonic AHA, AAC Day Cream with Brightener, AAC SB Oily, dan Amiraderm Glowing Night Cream Series. Pencabutan izin dilakukan setelah BPOM menemukan perbedaan antara formulasi yang diajukan saat pendaftaran dengan kandungan sebenarnya dalam produk.
Potensi Bahaya bagi Konsumen
Prof. Taruna Ikrar, Kepala BPOM RI, memperingatkan bahwa ketidakakuratan komposisi berisiko memicu reaksi alergi, terutama bagi pengguna dengan kulit sensitif. “Tanpa informasi yang jelas di kemasan, konsumen tidak bisa mengetahui bahan apa saja yang mungkin memicu iritasi,” jelasnya dalam rilis resmi, 12 Agustus 2025.
Selain risiko kesehatan, BPOM menegaskan ketidaksesuaian ini juga memengaruhi efektivitas produk. “Klaim manfaat pada kemasan bisa jadi tidak terpenuhi karena komposisi yang diubah,” tambah Prof. Taruna. Tak hanya produk AAC, BPOM juga mencabut izin 21 produk kosmetik lain dalam pengawasan terbaru.
Tips Memilih Skincare dari Ahli
Ketua Umum Perdoski, dr. Hanny Nilasari, mengingatkan masyarakat untuk selalu memeriksa izin edar BPOM sebelum membeli produk perawatan kulit. “Izin BPOM menjadi jaminan bahwa produk telah memenuhi standar keamanan,” ujarnya kepada *Kompas.com*, 8 Agustus 2025.
Waspadai Klaim Menyesatkan
Dr. Hanny menyarankan konsumen untuk:
– Memeriksa label komposisi dan menghindari bahan berbahaya seperti merkuri atau hidrokuinon.
– Tidak tergoda klaim instan, serta memastikan kemasan masih tersegel dan belum kedaluwarsa.
– Mempertimbangkan sertifikasi tambahan seperti halal atau *dermatologically tested*.
Ia juga mengingatkan efek samping penggunaan produk tidak terdaftar, mulai dari iritasi ringan (gatal, kemerahan) hingga masalah serius seperti atropi kulit (penipisan permanen) dan infeksi. “Kulit yang rusak akibat produk tidak aman bisa membutuhkan perawatan jangka panjang,” tegasnya.