
Pascapandemi Covid-19, ancaman *long Covid* masih membayangi kesehatan masyarakat. Dr. Hotma Martogi, peneliti dari Pusat Riset Biomedis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), membeberkan ciri-ciri dan risiko kondisi ini yang masih dialami sebagian orang. Menurutnya, gejala mirip Covid-19 dapat bertahan hingga berbulan-bulan setelah infeksi awal, suatu fase yang dikenal sebagai *long Covid* atau fase pasca-akut.
Gejala *long Covid* Bervariasi
Hotma menjelaskan bahwa gejala *long Covid* tidak sama pada setiap orang. Ada yang hanya merasakan satu keluhan, seperti sesak napas atau kelelahan (*fatigue*), sementara lainnya mengalami gabungan beberapa gejala sekaligus. “Kelelahan paling sering ditemukan pada pasien *long Covid*, diikuti sesak napas dan *Post Traumatic Stress Disorder* (PTSD),” ujarnya.
Berdasarkan definisi WHO, *long Covid* terjadi pada orang dengan riwayat infeksi SARS-CoV-2 yang gejalanya muncul atau terus berlanjut minimal tiga bulan setelah infeksi awal dan berlangsung setidaknya dua bulan. Gejala ini bisa datang dan pergi atau menetap tanpa penyebab lain yang jelas.
Kelompok Rentan *Long Covid*
Hotma menyebut beberapa kelompok lebih berisiko mengalami *long Covid*, antara lain perempuan, lansia, pasien dengan Covid-19 berat, orang dengan penyakit penyerta (komorbid), mereka yang lama dirawat di rumah sakit, serta individu dengan indeks massa tubuh (IMT) tinggi atau obesitas. “Perempuan lebih berisiko, meski alasan pastinya belum sepenuhnya terungkap,” jelasnya.
Secara global, prevalensi *long Covid* pada 2025 mencapai 36%, dengan angka di Asia sekitar 35% dan di Indonesia berkisar 31–39%. Data CDC 2022 bahkan menyebut satu dari lima orang dewasa di AS pernah mengalaminya.
Vaksinasi Turunkan Risiko
Hotma menegaskan, vaksinasi minimal dua dosis terbukti mengurangi risiko *long Covid*. Perlindungan ini bekerja dengan menekan keparahan infeksi, menghambat replikasi virus, dan mencegah virus bertahan lama di tubuh. “Vaksin membantu sistem imun mengenali SARS-CoV-2 lebih cepat, sehingga netralisasi dan eliminasi virus lebih efisien,” pungkasnya.