
Di era digital seperti sekarang, tren *flexing* atau memamerkan kekayaan, gaya hidup mewah, dan pencapaian pribadi di media sosial semakin populer. Namun, di balik kebiasaan ini, ada motivasi psikologis dan sosial yang mendorong seseorang untuk melakukannya.
Baca juga: Beli Jet Pribadi Buat Flexing, Butuh Duit Berapa?
Alasan di Balik Maraknya Flexing di Media Sosial
Kelas Menengah dan Keinginan Naik Status Sosial
Nia Elvina, seorang sosiolog dari Universitas Nasional (Unas), mengungkapkan bahwa fenomena *flexing* banyak terjadi di kalangan masyarakat kelas menengah. Mereka cenderung ingin menunjukkan bahwa status ekonomi mereka sudah lebih baik, bahkan berusaha terlihat sebagai bagian dari kalangan elite.
“Dalam perspektif ilmu sosial, *flexing* tumbuh subur di tengah masyarakat kelas menengah yang ingin dianggap sebagai bagian dari kelas atas atau *old money*,” jelas Nia dalam wawancara dengan Kompas.com, Selasa (2/9/2025).
Mencari Validasi dari Orang Lain
Menurut Nia, alasan utama orang melakukan *flexing* adalah untuk mendapat pengakuan dari orang lain, terutama di media sosial. Dengan jangkauan yang luas, platform digital memungkinkan seseorang mendapatkan pujian, komentar positif, atau sekadar pengakuan bahwa hidup mereka terlihat sukses.
“Tujuannya sederhana: mereka ingin diakui oleh orang lain. Media sosial mempermudah hal itu karena informasi bisa menyebar cepat ke banyak orang,” ujarnya.
Baca juga: Flexing, Tren Pamer Harta demi Gengsi dan Status Sosial
Hubungan Lemah dengan Lingkungan Terdekat
Nia juga menyoroti bahwa kebiasaan *flexing* bisa mengindikasikan lemahnya ikatan emosional seseorang dengan orang-orang terdekat, seperti pasangan atau keluarga. Kurangnya dukungan atau pengakuan dari lingkaran terdekat membuat mereka mencari validasi dari orang lain di dunia maya.
“Secara sosiologis, orang yang sering *flexing* cenderung kurang memiliki ikatan kuat dengan orang terdekat. Idealnya, kebahagiaan dan pencapaian dibagikan kepada mereka yang benar-benar dekat, bukan ke publik luas,” tambahnya.
Media Sosial Seharusnya Lebih dari Sekadar Pamer
Nia menegaskan bahwa fungsi utama media sosial seharusnya bukan untuk memamerkan kehidupan pribadi, melainkan sebagai sarana berbagi informasi yang bermanfaat.
“Esensi media sosial seharusnya adalah menyebarkan konten konstruktif yang dibutuhkan banyak orang, bukan sekadar memamerkan gaya hidup,” tegasnya.
Dengan kesadaran ini, masyarakat bisa mengembalikan media sosial sebagai ruang diskusi sehat dan sumber inspirasi, bukan hanya etalase pencitraan.
Baca juga: Terlalu Sering Berinteraksi di Media Sosial Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Psikolog Jelaskan