
Aksi Solidaritas Desak Komnas HAM Percepat Penyidikan Kasus Munir
Sekjen Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum), Bivitri Susanti, mengumumkan bahwa kelompoknya bersama elemen masyarakat sipil akan mendatangi Komnas HAM pada Senin (8/9/2025). Tujuannya, mendesak percepatan penyelidikan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Bivitri menekankan, langkah ini sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang mewajibkan penyelidikan pelanggaran HAM berat dimulai dari Komnas HAM sebelum dilanjutkan ke proses hukum.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Pemanggilan Saksi Jadi Kendala Penyelidikan Kasus Munir
“Besok kita akan bersama-sama ke Komnas HAM untuk mendesak kasus ini segera ditindaklanjuti,” ujar Bivitri dalam peringatan 21 tahun meninggalnya Munir di Kantor YLBHI, Jakarta, Minggu (7/9/2025). “Prosesnya harus dimulai dari Komnas HAM, baru bisa berlanjut ke Pengadilan HAM sesuai aturan yang berlaku,” tambahnya.
Bivitri juga menyoroti hilangnya dokumen hasil kerja Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir yang dibentuk pemerintah. Menurutnya, hal ini menjadi tanggung jawab pemerintahan dari era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Joko Widodo (Jokowi).
“Dokumen itu lenyap, padahal TPF dibentuk melalui keputusan presiden. Artinya, tanggung jawabnya bukan hanya pada satu periode kepemimpinan, melainkan juga pemerintahan saat ini,” tegasnya.
Lebih lanjut, Bivitri menyatakan bahwa dalang pembunuhan Munir hingga kini belum diadili, meski beberapa pelaku lapangan telah dihukum. Hal ini, menurutnya, mencerminkan impunitas yang mengancam penegakan HAM di Indonesia.
“Pelaku intelektual masih bebas, bahkan mungkin masih berada di lingkaran kekuasaan. Ini bukan sekadar rumor, tapi tercatat dalam laporan dan putusan pengadilan,” ungkapnya.
Baca juga: Kontras: Jangan Sampai Kasus Munir Hanya Berakhir di Ingatan
Ia menegaskan, perjuangan menuntut keadilan untuk Munir tidak akan berhenti meski kasus ini telah berusia 21 tahun. Sebab, pelanggaran HAM berat tidak mengenal batas waktu.
“Kami terus mendorong Komnas HAM untuk mempercepat proses hukum. Besok, kami akan mendatangi mereka untuk memastikan penyelidikan segera diselesaikan sebelum dilanjutkan ke pengadilan,” tegas Bivitri.
Munir meninggal pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia rute Jakarta-Amsterdam akibat keracunan arsenik. Namun, hingga kini, aktor intelektual di balik pembunuhannya belum diadili.