
Komnas HAM Hadapi Tantangan dalam Penyidikan Kasus Munir
Upaya Komnas HAM untuk menyelesaikan penyelidikan pro justitia terkait kasus kematian aktivis HAM Munir Said Thalib masih menemui sejumlah kendala. Salah satu tantangan utama adalah kesulitan menghadirkan saksi-saksi kunci mengingat peristiwa tersebut telah terjadi lebih dari dua dekade lalu.
Kendala Pemanggilan Saksi
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengungkapkan, proses pemanggilan saksi menjadi salah satu hambatan terbesar. “Kasus ini sudah berusia 21 tahun, sehingga lokasi dan kesediaan saksi untuk memberikan keterangan menjadi tantangan tersendiri,” jelas Anis dalam pertemuan di Kantor YLBHI, Jakarta, Minggu (7/9/2025).
Hingga saat ini, Komnas HAM telah memanggil sekitar 18 saksi dari berbagai latar belakang. Namun, masih ada sejumlah saksi dari tiga kategori berbeda yang diperlukan untuk melengkapi bukti dan kesaksian.
Dukungan dari Pihak Terkait
Untuk mengatasi kendala tersebut, Komnas HAM telah meminta bantuan dari berbagai instansi, termasuk Dukcapil, guna melacak keberadaan saksi-saksi yang telah berpindah alamat. “Permintaan kami telah mendapat respons positif, termasuk dari Dukcapil, untuk memastikan data saksi tetap terupdate,” tambah Anis.
Proses Penyelidikan yang Berjalan
Sejak awal 2023, Komnas HAM telah menjalankan penyelidikan pro justitia dengan langkah-langkah seperti:
– Pemanggilan saksi
– Pengumpulan dokumen dari lembaga pemerintah dan organisasi masyarakat
– Koordinasi dengan Kejaksaan Agung dan kepolisian
– Tinjauan ulang Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang ada
“Kami terus berupaya memeriksa saksi dan menyusun laporan penyelidikan. Semoga proses ini dapat segera diselesaikan karena ini adalah mandat yang harus kami penuhi,” ujar Anis.
Mandat Hukum dan Dukungan Publik
Anis menegaskan bahwa penyelesaian kasus Munir merupakan kewajiban Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Ia juga mengajak masyarakat untuk turut mengawal proses penyelidikan agar kasus ini dapat segera tuntas.
Munir meninggal dunia pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia dari Jakarta ke Amsterdam. Hasil investigasi menunjukkan bahwa ia tewas akibat keracunan arsenik. Namun, hingga kini, aktor intelektual di balik pembunuhannya belum diadili.