
Jakarta –
Tragedi bunuh diri seorang ibu beserta dua anaknya di Kabupaten Bandung beberapa waktu lalu kembali mengingatkan betapa krusialnya kesadaran akan kesehatan mental. Peristiwa ini bukan hanya mengejutkan, tetapi juga memunculkan pertanyaan mendalam: Apa saja indikator seseorang memiliki kecenderungan bunuh diri, dan kapan kita harus lebih peka?
Dua ahli psikologi, Clement Eko Prasetio, M.Psi., dari Indopsycare, dan Adelia Octavia Siswoyo, M.Psi., dari Jaga Batin Bandung, memberikan pandangannya dalam wawancara dengan Kompas.com pada Senin (8/9/2025).
Tanda-tanda seseorang ingin bunuh diri
1. Pembicaraan tentang kematian
Seseorang yang kerap mengungkapkan keinginan untuk mengakhiri hidup, baik secara verbal maupun melalui media sosial, bisa menjadi sinyal bahaya.
“Ucapan seperti ‘Aku mau mati’, baik langsung maupun dalam bentuk kiasan, patut diwaspadai,” jelas Clement. Ungkapan semacam ini sering kali mencerminkan kelelahan emosional dan dorongan untuk bunuh diri.
Adelia menambahkan, “Ketika seseorang terus-menerus membicarakan kematian, bisa jadi itu pertanda ia kehilangan harapan untuk terus hidup.”
2. Menjauh dari interaksi sosial
Perubahan drastis dalam kebiasaan bersosialisasi juga termasuk tanda yang perlu diperhatikan. Misalnya, seseorang yang dulunya aktif bersosialisasi tiba-tiba menghilang dari pergaulan.
“Jika seseorang yang biasanya suka berkumpul tiba-tiba enggan diajak keluar atau bercanda, ini bisa menjadi alarm,” kata Clement.
3. Perubahan emosi yang ekstrem
Perubahan suasana hati, seperti dari ceria menjadi terus-menerus murung, juga bisa menjadi indikator.
4. Kebiasaan menyakiti diri sendiri
Tindakan melukai diri sendiri, meski tidak selalu bertujuan bunuh diri, tetap harus diwaspadai.
“*Self-harm* seperti melukai tubuh dengan benda tajam adalah yang paling umum, tapi ada juga tanda lain yang lebih halus, seperti sengaja tidak makan hingga sakit perut, terutama bagi penderita maag,” papar Clement.
5. Menyembunyikan kesedihan (*Masking*)
Seseorang yang terlihat bahagia di depan orang lain, tetapi sebenarnya menyimpan luka dalam, termasuk dalam kategori berisiko tinggi.
“Ini sering luput dari perhatian. Mereka bisa sangat mahir menyembunyikan kesedihan. Perhatikan nada bicara dan ekspresi mereka—apakah selalu positif tapi terdengar datar atau sedih?” ujar Clement.
Menurutnya, orang yang terlalu tertutup tentang perasaannya justru lebih berbahaya dibanding yang terlihat jelas depresi.
Adelia menekankan bahwa setiap kasus bunuh diri memiliki dinamika berbeda. “Ada yang direncanakan, ada juga yang impulsif. Namun, jangan abaikan tanda-tanda ini hanya karena seseorang terlihat baik-baik saja.”
Ia menyarankan untuk lebih memperhatikan perubahan perilaku orang terdekat. “Kewaspadaan harus ditingkatkan ketika melihat seseorang mengalami kesulitan emosional. Bantu mereka menemukan harapan untuk bertahan,” tutup Adelia.