
Jumlah Pengemudi Online Meningkat, Perlindungan Masih Tertinggal
Industri transportasi daring di Indonesia terus berkembang dengan pesat, namun nasib para pengemudi masih jauh dari kata sejahtera. Mereka tidak dianggap sebagai karyawan resmi, melainkan sekadar mitra dari perusahaan aplikasi.
Kondisi ini memicu berbagai masalah, mulai dari potongan biaya layanan yang memberatkan hingga persaingan antar-pengemudi yang semakin ketat. Sementara itu, peran pemerintah dalam melindungi hak-hak mereka dinilai belum optimal.
Peran Pemerintah Dinilai Kurang Maksimal
Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, menyatakan bahwa pemerintah seharusnya lebih aktif mengatur ekosistem transportasi daring.
“Jika aplikasi transportasi online dimiliki negara, keuntungan bukanlah tujuan utama. Yang lebih penting adalah kesejahteraan pengemudi dan kemudahan bagi pengguna,” jelas Djoko kepada Kompas.com, Minggu (14/9/2025).
Ia mencontohkan sejumlah negara yang telah sukses membangun sistem transportasi daring berorientasi pada kepentingan publik.
Belajar dari Negara Lain
Nasib Pengemudi di Indonesia Masih Terkatung-Katung
Berbeda dengan negara-negara tersebut, Indonesia belum memiliki regulasi yang jelas untuk melindungi pengemudi online. Status mereka sebagai mitra aplikasi membuat hak-hak mereka sangat bergantung pada kebijakan perusahaan.
“Semuanya tergantung pada niat baik platform,” ujar Djoko.
Ia menekankan, jika pemerintah memiliki aplikasi transportasi daring sendiri, data pengemudi bisa lebih terpantau, kebijakan lebih tepat sasaran, dan kesejahteraan pengemudi pun lebih terjamin.