
Memutus Rantai *Daddy Issues*: Langkah Praktis untuk Orangtua
Masalah emosional yang tidak terselesaikan dari masa lalu, seperti *daddy issues*, dapat terbawa hingga ke pola pengasuhan anak. Jika tidak disadari, dampaknya bisa menurun ke generasi berikutnya. Psikolog Keluarga Sukmadiarti Perangin-angin, M.Psi., memberikan panduan bagi orangtua untuk memutus siklus ini dan menciptakan ikatan emosional yang sehat dengan anak.
1. Menyembuhkan Luka Masa Lalu
Langkah awal memutus rantai *daddy issues* adalah berdamai dengan pengalaman masa kecil. Orangtua perlu merangkul *inner child* mereka dan memaafkan ketidaksempurnaan figur pengasuh di masa lalu. Dengan menyelesaikan konflik emosional ini, mereka dapat memberikan pola asuh yang lebih stabil dan penuh kesadaran.
*”Mereka akan menjadi orangtua yang lebih baik jika bisa berdamai, tanpa membawa pola atau trauma lama,”* jelas Sukmadiarti dalam wawancara dengan *Kompas.com*.
2. Terus Belajar dan Beradaptasi
Menjadi orangtua adalah perjalanan tanpa akhir. Penting untuk tetap terbuka terhadap perkembangan zaman dan menyesuaikan gaya pengasuhan dengan kebutuhan anak.
*”Orangtua perlu terus belajar. Menjadi orangtua itu harus menyesuaikan dengan tumbuh kembang anak, mau berpikir terbuka, dan terus mengembangkan diri,”* ujar Sukmadiarti.
Komunikasi yang empatik juga menjadi kunci. Ketika anak merasa didengarkan, mereka lebih mudah menerima pesan dari orangtua, menciptakan hubungan yang saling menghormati.
*”Pola yang disukai anak itu adalah komunikasi empatik. Jadi bukan hanya orangtua yang mau didengar, tapi juga perlu belajar mendengar anaknya,”* tambahnya.
3. Fokus pada Kebutuhan Emosional Anak
Anak-anak tidak hanya membutuhkan pemenuhan materi, seperti pendidikan atau sandang pangan. Validasi, perhatian, dan apresiasi dari orangtua sama pentingnya bagi kesehatan mental mereka.
*”Pastikan anak merasa dicintai sesuai kebutuhannya, bukan kebutuhan orangtua. Bukan berarti menafkahi atau menyekolahkan di tempat bagus sudah cukup, karena kebutuhan anak bukan hanya materi,”* tegas Sukmadiarti.
Dengan memenuhi kebutuhan emosional anak, orangtua dapat mencegah mereka mencari validasi dari luar, yang berpotensi memicu rasa tidak aman di masa depan.
*”Anak itu maunya diprioritaskan, dipuji orangtuanya. Jadi, penuhi bahasa cinta mereka agar merasa dicintai sepenuhnya,”* lanjut psikolog asal Semarang ini.
4. Membangun Komunikasi yang Efektif
Orangtua perlu proaktif menanyakan kebutuhan anak agar perhatian yang diberikan tepat sasaran.
*”Bangun komunikasi dengan anak, tanyakan apa yang dia butuhkan. Dengan begitu, apa yang diberikan akan lebih bermakna dan tangki cinta anak terisi penuh,”* sarannya.
Salah satu hal yang sering terlewat adalah memberikan validasi dan apresiasi. Tanpa itu, anak bisa tumbuh dengan rasa haus akan pengakuan dari orang lain, yang berisiko membentuk pola hubungan tidak sehat.
*”Jika orangtua kurang memberikan validasi, anak akan mencarinya di luar. Inilah yang membuat mereka selalu haus perhatian dari orang lain,”* pungkas Sukmadiarti.