
Pasar otomotif Indonesia menghadapi tantangan serius sepanjang tahun 2025, dengan angka penjualan mobil yang terus merosot tajam. Data terbaru dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) mengungkapkan, transaksi _wholesales_ Agustus 2025 hanya mencapai 61.780 unit—jauh di bawah capaian 76.302 unit pada Agustus 2024. Artinya, terjadi penurunan drastis sebesar 19% dalam kurun satu tahun.
Proyeksi Suram di Sisa Tahun Ini
Rachmat Basuki, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM), memprediksi tren negatif ini masih akan berlanjut hingga akhir 2025. Namun, ia berharap kebijakan stimulus dari Kementerian Keuangan pada 2026 bisa menjadi angin segar. _”Kalau prediksi saya, penurunan masih terjadi tahun ini. Tahun depan, dengan insentif kredit yang lebih mudah, mungkin ada perbaikan,”_ jelas Rachmat dalam pertemuan di Jakarta.
Dampak Rantai Industri Komponen
Penurunan penjualan mobil bukan hanya masalah produsen kendaraan, melainkan juga mengguncang industri pendukung. Sebagian besar anggota GIAMM merupakan pemasok komponen untuk produsen kendaraan (OEM). _”Efeknya pasti merambat ke industri komponen. Jika penjualan mobil pulih, otomatis permintaan komponen juga ikut naik,”_ tambahnya.
Harapan pada Stimulus Pemerintah
Pemerintah dinilai memegang peran kunci dalam memulihkan gairah pasar. Stimulus berupa kemudahan kredit diharapkan mampu mendongkrak daya beli masyarakat. Jika kebijakan ini efektif, industri otomotif nasional berpeluang bangkit pada 2026—mengembalikan roda perekonomian sektor terkait, termasuk rantai pasok komponen.