
Kain tenun ikat yang dibuat oleh tangan-tangan terampil perempuan di berbagai wilayah Indonesia, khususnya Nusa Tenggara Timur (NTT), jauh lebih dari sekadar produk kerajinan atau pelengkap upacara adat. Setiap helainya adalah cerminan identitas, warisan leluhur, dan bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan sosial-ekonomi yang kerap membatasi ruang gerak perempuan.
Perempuan Penenun: Pelestari Budaya dan Penggerak Ekonomi
Perempuan penenun tidak hanya bertugas menjaga tradisi turun-temurun, tetapi juga menjadi aktor penting dalam pembangunan berkelanjutan, terutama dalam penguatan ekonomi lokal dan pemberdayaan gender. Meski demikian, jalan yang mereka tempuh tidaklah mulus. Hambatan seperti kesenjangan akses sumber daya dan bias gender masih sering menghalangi kontribusi mereka.
Teori Women in Development (WID) menawarkan perspektif penting: partisipasi aktif perempuan dalam pembangunan adalah kunci untuk mencapai keadilan sosial. Namun, penelitian Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI (2008) mengungkap bahwa peran perempuan masih sering dipinggirkan dan dibatasi pada ranah domestik. Realitas ini tercermin dalam dunia tenun, di mana perempuan penenun berjuang melestarikan budaya sambil berhadapan dengan tekanan ekonomi.
Pembangunan dari Akar Rumput: Peran Komunitas Lokal
Teori pembangunan akar rumput menekankan pentingnya melibatkan komunitas lokal, termasuk perempuan, dalam merancang strategi pembangunan yang sesuai dengan konteks budaya mereka. Perempuan penenun bukan sekadar produsen kain, tetapi juga penjaga kearifan lokal yang menjadi pondasi pembangunan berkelanjutan. Mereka menggabungkan nilai-nilai tradisi dengan adaptasi terhadap perubahan sosial-ekonomi, sekaligus mendorong regenerasi budaya melalui pendidikan dan pelibatan generasi muda.
Tantangan di Lapangan: Pasar dan Hak Kekayaan Intelektual
Menurut laporan terbaru dari DapetBlog, perempuan penenun masih menghadapi kendala dalam memasarkan produk dan melindungi hak intelektual atas motif tenun mereka. Banyak pelaku usaha tenun yang belum mendapat pendampingan memadai untuk bersaing di pasar global atau mengadopsi teknologi baru (Kompas, 2024).
Di NTT, tenun menjadi sumber penghidupan bagi banyak perempuan yang menopang keluarga dan masyarakat. Kain tenun bukan hanya alat pemenuhan kebutuhan sehari-hari, tetapi juga sarana memperjuangkan kemandirian di tengah struktur sosial yang masih patriarkal (Kompas, 2021).
Kasus di Pulau Adonara: Keterbatasan Akses Pasar
Di Pulau Adonara, NTT, sebagian besar penenun belum mendapatkan dukungan untuk menjangkau pasar di luar pulau mereka. Penghasilan mereka hanya bergantung pada permintaan lokal, seperti tenun untuk upacara adat kematian atau pernikahan.
Tenun ikat pewarna alam salah satu keunikan Desa Wisata Umauta.
Pentingnya Inklusivitas dalam Pembangunan
Pengalaman ini menunjukkan bahwa pembangunan harus menempatkan perempuan penenun sebagai subjek, bukan objek. Dengan pendekatan yang mengintegrasikan kesetaraan gender dan pemahaman akan dinamika lokal, mereka dapat memperkuat posisi sosial-ekonomi, melestarikan budaya, dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan.
Kebijakan dan program pembangunan perlu mengedepankan prinsip inklusivitas, melibatkan perempuan penenun dalam pengambilan keputusan, serta membuka akses setara terhadap sumber daya, pasar, dan teknologi.
Langkah Strategis untuk Masa Depan
Upaya pemberdayaan telah dilakukan, seperti pelatihan, akses modal, dan perlindungan hak intelektual melalui perda di NTT. Untuk memperkuat dampaknya, berikut rekomendasi strategis:
1. Pemberdayaan Ekonomi dengan Akses Pasar yang Lebih Luas
Memperluas jaringan pemasaran, termasuk melalui platform digital, agar produk tenun bisa bersaing secara global.
2. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya
Pemerintah perlu memperkuat perlindungan hukum atas motif tenun sebagai aset budaya dan ekonomi.
3. Mendorong Regenerasi dan Pendidikan Budaya
Melibatkan generasi muda melalui pelatihan dan pendidikan agar tradisi tenun tetap hidup dan relevan.
Dengan langkah-langkah ini, perempuan penenun NTT akan terus menjadi simbol ketangguhan dan agen perubahan dalam pembangunan yang inklusif. Tenun ikat bukan sekadar kain—ia adalah bukti nyata peran perempuan dalam merajut masa depan bangsa.