
Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, berencana mewajibkan pencampuran etanol 10% (E10) ke dalam bensin. Langkah ini diambil untuk menciptakan bahan bakar yang lebih hijau, mengurangi ketergantungan pada impor BBM, serta mendorong pemanfaatan energi terbarukan dari sumber seperti tebu dan singkong.
1. Dukungan dari Pemerintah
– Kebijakan ini telah mendapat lampu hijau dari Presiden Prabowo Subianto, menunjukkan komitmen kuat pemerintah dalam transisi energi.
2. Belajar dari Pengalaman AS
– Di Amerika Serikat, etanol telah lama digunakan sebagai campuran bensin, terutama dalam bentuk E10, E15, dan E85.
– Hampir seluruh bensin di AS mengandung 10% etanol, yang kompatibel dengan mayoritas kendaraan tanpa modifikasi.
– Sementara itu, E15 dan E85 hanya bisa dipakai oleh kendaraan khusus seperti mobil flex-fuel atau yang diproduksi tahun 2001 ke atas.
3. Dampak pada Konsumsi Bahan Bakar
– Karena etanol memiliki kandungan energi per liter lebih rendah dibanding bensin murni, penggunaan E10 bisa menurunkan efisiensi bahan bakar sekitar 3%.
4. Sejarah Penggunaan Etanol di AS
– Popularitas etanol melonjak pasca krisis minyak 1973.
– Pada 2022, konsumsi etanol di AS mencapai 14 miliar galon.
– Melalui program Renewable Fuel Standard (RFS), AS menargetkan penggunaan bahan bakar terbarukan hingga 36 miliar galon pada 2022.
5. Pro dan Kontra
– Manfaat: Mengurangi emisi karbon dan ketergantungan pada impor minyak.
– Kendala: Penurunan efisiensi bahan bakar serta perlunya sosialisasi dan penyesuaian teknologi kendaraan.
Kesimpulan
Kebijakan wajib E10 di Indonesia terinspirasi dari kesuksesan AS, dengan fokus pada pengurangan impor BBM dan pelestarian lingkungan. Namun, kesiapan infrastruktur dan pemahaman masyarakat menjadi kunci keberhasilannya.