
Perceraian di usia senja, atau yang dikenal sebagai *grey divorce*, ternyata tak hanya meninggalkan bekas pada pasangan yang memutuskan berpisah, tetapi juga memengaruhi kondisi psikologis anak-anak mereka—meski sang anak sudah beranjak dewasa. Fenomena ini sering terjadi pada pasangan berusia di atas 50 tahun dengan ikatan pernikahan yang telah bertahan puluhan tahun.
Menurut penjelasan psikolog klinis Fitri Jayanthi, M.Psi., dampak perceraian orangtua tetap terasa oleh anak, tanpa memandang usia mereka. Berikut beberapa efek yang mungkin dialami anak dewasa saat orangtuanya bercerai:
1. Keraguan Terhadap Hubungan Keluarga: Anak bisa mulai mempertanyakan keharmonisan keluarga mereka selama ini, bahkan merenungkan apakah hubungan pribadi mereka kelak juga berisiko mengalami nasib serupa.
2. Hambatan dengan Keluarga Besar: Situasi perceraian seringkali membuat interaksi dengan keluarga besar—baik dari pihak ayah maupun ibu—menjadi kaku. Anak mungkin merasa kehilangan ikatan atau kesulitan menjaga hubungan tersebut, memicu rasa duka dan kekosongan.
Dengan begitu, *grey divorce* tidak sekadar mengubah struktur keluarga, tetapi juga membawa gelombang emosi yang dalam, termasuk rasa kehilangan yang bisa bertahan lama, bahkan bagi anak-anak yang telah mandiri.