
Indonesia perlu segera beradaptasi dengan perkembangan teknologi kendaraan masa depan, terutama dalam hal penggunaan bahan bakar alternatif dan peningkatan standar emisi. Hal ini disampaikan oleh Bob Azam, Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), yang menekankan pentingnya langkah strategis untuk mengejar ketertinggalan dalam transisi energi.
Fokus pada Teknologi dan Standar Emisi
Bob Azam menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh terus bergantung pada kendaraan lama dengan standar emisi rendah seperti Euro 0. Menurutnya, adaptasi teknologi modern harus menjadi prioritas, termasuk penerapan standar emisi yang lebih ketat, seperti Euro 4 ke atas.
Strategi Berbasis Wilayah
Ia mengusulkan pendekatan berbeda berdasarkan kondisi wilayah. Daerah dengan infrastruktur terbatas masih bisa menggunakan kendaraan berstandar Euro 1 atau 2, sementara kota-kota besar harus beralih ke bahan bakar alternatif seperti etanol dan hidrogen serta menerapkan standar emisi lebih tinggi (Euro 3 dan seterusnya).
Peran Infrastruktur dan Kebijakan
Bob juga menekankan pentingnya penyediaan infrastruktur pendukung, seperti stasiun pengisian bahan bakar alternatif di daerah dengan pertumbuhan ekonomi lebih maju. Tanpa dukungan ini, transisi energi akan sulit terwujud.
Dukungan Toyota untuk Etanol
Toyota secara aktif mendorong penggunaan bioetanol, seperti E10 dan E20. Menurut Bob, peta jalan energi nasional seharusnya sudah memasukkan etanol sejak 2030, namun implementasinya masih lambat. Ia menyarankan untuk memulai dengan membangun pasar terlebih dahulu, bahkan jika perlu mengimpor etanol.
Kesiapan Produk Toyota
Bob menyatakan bahwa kendaraan Toyota saat ini sudah kompatibel dengan E20. Ia mendesak percepatan transisi untuk menghindari ketertinggalan dalam tren kendaraan ramah lingkungan global.
Tantangan Pasokan Bahan Bakar
Saat ini, pasokan E5 di Indonesia masih sangat terbatas, hanya mencakup 1% dari total kebutuhan. Bob merekomendasikan peningkatan bertahap menuju E10 pada 2026. Ia juga mencontohkan negara tetangga yang sudah lebih dulu mengadopsi bahan bakar alternatif.
Secara keseluruhan, artikel ini menyoroti urgensi transisi energi di Indonesia, dengan fokus pada pemanfaatan bioetanol, peningkatan standar emisi, serta peran krusial kebijakan dan infrastruktur dalam mendukung perubahan tersebut.