 
									Perbedaan Pandangan PDI-P dan PSI Soal Gelar Pahlawan untuk Soeharto
Proposal penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto memicu perdebatan sengit antara dua partai politik. PDI-P secara tegas menolak usulan ini, menyoroti catatan kelam pelanggaran HAM di era Orde Baru serta potensi pengaburan sejarah reformasi. Di sisi lain, PSI bersikukuh bahwa Soeharto pantas dihormati sebagai pahlawan berkat kontribusinya dalam pembangunan nasional.
PDI-P: Soroti Dampak Orde Baru
Fraksi PDI-P menggarisbawahi sejumlah isu krusial yang membuat pemberian gelar pahlawan dinilai tidak tepat. Mereka merujuk pada luka sejarah seperti kasus pelanggaran HAM berat dan sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama 32 tahun pemerintahan Soeharto. “Ini bukan sekadar gelar, melainkan tentang keadilan bagi korban dan kejujuran mencatat sejarah,” tegas salah satu anggotanya.
PSI: Fokus pada Prestasi Pembangunan
PSI justru melihat sisi lain dari kepemimpinan Soeharto. Partai ini mengapresiasi stabilisasi ekonomi, swasembada pangan, serta modernisasi infrastruktur yang dicapai pada masa itu. “Kita harus objektif menilai jasanya bagi kemajuan Indonesia,” ujar perwakilan PSI. Mereka berargumen bahwa gelar pahlawan bisa diberikan tanpa menafikan kritik terhadap periode tersebut.
Keputusan akhir kini berada di tangan Presiden Prabowo Subianto, yang disebut sedang mempertimbangkan berbagai masukan sebelum mengambil sikap. Hasilnya akan menjadi penentu apakah gelar tersebut resmi diberikan atau tidak.







