Oli Palsu: Ancaman Serius bagi Kesehatan Mesin Kendaraan
Bagi pengendara, penggunaan oli palsu bisa menjadi mimpi buruk yang berdampak panjang. Tak hanya merugikan dari segi biaya, oli berkualitas rendah ini juga berpotensi merusak mesin secara permanen. Apin, pemilik Pelita Oil di Blok M, Jakarta Selatan, membeberkan bahwa tanda-tanda oli palsu sering kali baru terdeteksi saat kendaraan menjalani servis rutin.
Perbedaan antara oli asli dan palsu bisa langsung terlihat saat dituangkan. Namun, jika belum waktunya ganti oli, mesinlah yang akan memberikan sinyal. Salah satu indikator paling jelas, menurut Apin, adalah munculnya kerak hitam dan endapan lumpur di dalam komponen mesin. “Jika sudah terlihat kerak dan lumpur, bisa dipastikan oli yang dipakai bermasalah,” jelasnya.
Oli palsu dinilai tidak mampu melindungi mesin secara optimal. Kemampuannya dalam melumasi dan menahan panas jauh di bawah standar, sehingga sisa pembakaran dan kotoran menumpuk menjadi kerak. Akibatnya, saluran oli berisiko tersumbat, dan kinerja mesin pun terganggu.
Apin mengungkapkan, beberapa mobil seperti Mitsubishi Pajero, Xpander, Outlander, Toyota Camry, dan Honda CR-V pernah dibawa ke bengkelnya dengan kondisi oli yang sudah berubah menjadi lumpur.
Untuk mencegah hal ini, ia menyarankan pemilik kendaraan selalu memerhatikan kualitas oli. Oli standar pabrikan (OEM) umumnya perlu diganti setiap 5.000 km. Sementara oli dengan kualitas lebih tinggi bisa bertahan hingga 10.000 km, meski harganya lebih mahal.
Membeli oli di tempat resmi atau bengkel terpercaya menjadi langkah penting untuk menghindari risiko oli palsu. Selain menjamin keaslian produk, hal ini juga membantu menjaga performa mesin dan memperpanjang umur kendaraan.





