Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto: Pro-Kontra yang Mengemuka
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengumumkan rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto pada 10 November 2025. Pengumuman ini disampaikan sehari sebelumnya, tepatnya pada 9 November, dengan menyebut Soeharto sebagai salah satu dari sepuluh tokoh yang akan dihormati tahun ini.
Kritik dari Aktivis HAM
Keputusan ini langsung memantik reaksi keras dari sejumlah pihak. Fadhil Alfathan dari LBH Jakarta dan Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, mengecam pemberian gelar tersebut. Mereka menilai langkah ini bertentangan dengan semangat reformasi dan melanggar prinsip hukum, mengingat Soeharto diduga terlibat dalam kasus pelanggaran HAM berat, korupsi, serta penyalahgunaan wewenang selama berkuasa.
Dampak terhadap Narasi Sejarah
Menurut kedua aktivis tersebut, penghargaan ini berpotensi mengaburkan fakta sejarah dengan seolah-olah membenarkan tindakan represif masa lalu. Mereka juga menyoroti ketidakkonsistenan pemerintah dalam menjunjung keadilan dan perlindungan hak asasi manusia.
Di sisi lain, sebagian masyarakat tetap melihat Soeharto sebagai figur yang berjasa dalam pembangunan Indonesia, sementara kelompok lain bersikeras menuntut pertanggungjawaban atas berbagai pelanggaran yang terjadi di era Orde Baru. Perdebatan ini memperlihatkan polarisasi pandangan yang masih hidup di tengah publik.




