Anak-anak dengan kecerdasan luar biasa atau CIBI (Cerdas Istimewa, Berbakat Istimewa) sering dianggap beruntung karena memiliki IQ minimal 130. Namun, di balik keistimewaannya, mereka justru lebih rentan menghadapi tekanan emosional hingga kelelahan mental. Lalu, apa yang membuat mereka lebih mudah mengalami stres dibanding anak seusianya?
Perfeksionisme dan Kepekaan Emosional yang Tinggi
Gretta Ludwina, M.Psi., psikolog pendidikan, menjelaskan bahwa anak CIBI cenderung memiliki standar yang sangat tinggi terhadap diri sendiri. Mereka tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga sangat detail dan kritis terhadap setiap pencapaian. Ketika harapan mereka tidak terpenuhi, dampaknya bisa lebih berat karena emosi mereka lebih sensitif.
Misalnya, dalam sebuah kompetisi, anak CIBI mungkin sudah berusaha maksimal, tetapi jika hasilnya tidak sesuai ekspektasi, mereka bisa merasa gagal. Padahal, lawan-lawan mereka juga memiliki kemampuan yang setara atau bahkan lebih unggul. Perasaan “kurang cukup” inilah yang sering memicu stres berkepanjangan hingga burnout.
Peran Orangtua dalam Mendukung Anak CIBI
Orangtua memiliki peran krusial dalam membantu anak-anak ini mengelola tekanan. Gretta menyarankan agar orangtua tidak memberikan tuntutan tambahan, karena anak CIBI sudah memiliki dorongan internal yang kuat. Sebaliknya, mereka perlu diajarkan untuk mengenali batas diri dan berani beristirahat.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan:
- Mendorong anak menekuni hobi atau aktivitas menyenangkan di luar akademik.
- Menghindari ekspektasi berlebihan yang membuat anak merasa dicintai hanya karena prestasi.
- Mengajarkan bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar.
Keseimbangan adalah Kunci
Pesan penting bagi orangtua dan pendamping anak CIBI adalah membantu mereka menemukan keseimbangan. Kecerdasan tinggi bukanlah segalanya—anak juga perlu belajar menikmati proses, bukan hanya hasil. Dengan dukungan yang tepat, mereka bisa tumbuh bahagia tanpa terbebani oleh standar yang terlalu tinggi.





