
Jakarta –
Timnas U23 Indonesia harus menelan pil pahit setelah gagal melaju ke Piala Asia U23 2026. Kekalahan 0-1 dari Korea Selatan di laga terakhir Grup J Kualifikasi di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Selasa (9/9/2025) malam WIB, memupus harapan mereka. Gol cepat Hwang Do-yun pada menit ke-6 menjadi penentu kekalahan, meski tim Garuda Muda mendominasi penguasaan bola sepanjang pertandingan.
Hasil ini membuat Indonesia hanya mengumpulkan empat poin dan terdampar di posisi kedua klasemen Grup J, jauh dari tiket ke putaran final yang akan digelar di Arab Saudi pada Januari mendatang.
Dominasi Tanpa Hasil
Gita Suwondo, pengamat sepak bola nasional, menyoroti kelemahan utama Timnas U23: ketajaman di depan gawang. Menurutnya, kegagalan lolos tidak hanya karena kekalahan dari Korea Selatan, tetapi juga kebuntuan gol saat bermain imbang 0-0 melawan Laos.
*“Masalah utamanya adalah ketidakmampuan mencetak gol. Dua laga tanpa gol, baik lawan Laos maupun Korea Selatan, sangat merugikan,”* ujar mantan jurnalis olahraga senior tersebut. *“Meski mendominasi melawan Korsel, satu kesalahan belakang membuat kita kalah. Seandainya bisa mencetak gol saat melawan Laos, situasi bisa berbeda.”*
Kekurangan ini, menurutnya, harus segera dibenahi jelang SEA Games Desember nanti. *“Pelatih baru harus fokus pada efisiensi serangan. Indra Sjafri mungkin lebih pragmatis, tapi yang jelas, tim ini butuh solusi untuk masalah finishing,”* tambah Gita.
Kreativitas yang Hilang
Gita juga mengkritik stagnasi permainan Timnas U23 di bawah asuhan pelatih Gerald Vanenburg. *“Dominasi bola tidak berarti tanpa peluang jelas. Sepak bola tentang mencetak gol, bukan sekadar menguasai pertandingan,”* tegasnya.
Sorotan utama ditujukan pada lini tengah yang dinilai kurang kreatif. Arkhan Fikri dan kawan-kawan dianggap gagal menciptakan peluang berbahaya. Bahkan, dalam laga melawan Korea Selatan, tidak satu pun tembakan Indonesia mengarah ke gawang.
Meski Vanenburg melakukan beberapa perubahan pemain di babak kedua, seperti memasukkan Jens Raven dan Robi Darwis, serangan tetap tidak efektif. Kiper Cahya Supriadi menjadi sedikit penyeimbang dengan sejumlah penyelamatan penting, tetapi tanpa dukungan lini depan, skor 0-1 tak tergoyahkan.
*“Ini bukan cuma masalah U23. Sejak dilatih pelatih Belanda, tim kita selalu unggul penguasaan bola tapi minim gol. Kecuali lawan tim lemah seperti Makau atau Brunei, kita kesulitan. Bahkan dua kali ditahan Laos di turnamen berbeda,”* pungkas Gita.
Kegagalan ini menjadi pengingat untuk evaluasi mendalam, terutama setelah pencapaian lolos ke Piala Asia U23 2024. Timnas U23 kini punya pekerjaan rumah besar: meningkatkan ketajaman, kreativitas, dan efektivitas untuk tampil lebih baik di ajang selanjutnya.