Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM melakukan pembaruan signifikan dalam tata kelola royalti musik. Langkah ini diharapkan membawa perubahan positif bagi industri kreatif tanah air, terutama dalam hal transparansi dan akuntabilitas distribusi hak cipta.
Transparansi Jadi Kunci Utama
Armand Maulana, vokalis band Gigi, menekankan bahwa aspek transparansi menjadi poin terpenting dalam regulasi baru ini. Dengan sistem yang lebih terbuka, para pemegang hak cipta dapat memantau alur royalti dengan jelas.
Pemisahan Tugas LMKN dan LMK
Kementerian Hukum memberlakukan struktur baru dengan memisahkan peran Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). LMKN kini bertugas mengumpulkan royalti, sementara LMK mendistribusikannya kepada pemegang hak. Pembagian ini menciptakan sistem checks and balances untuk mencegah penyalahgunaan.
Digitalisasi Data Anggota
Seluruh LMK wajib mendigitalisasi data anggota, termasuk melampirkan identitas resmi seperti KTP atau NPWP. Langkah ini memastikan royalti hanya diterima oleh pemegang hak yang sah dan mengurangi potensi kecurangan.
Perbaikan Masalah Kronis
Kerangka baru ini diharapkan menjadi solusi atas persoalan distribusi royalti yang telah berlarut-larut selama hampir 12 tahun. Sistem sebelumnya dinilai kurang efektif dan kerap menimbulkan sengketa.
Catatan dari Musisi
Meski menyambut baik pembaruan ini, Piyu dari band Padi mengingatkan adanya ketimpangan tarif royalti dari platform digital di Indonesia dibandingkan standar internasional. Ia menyarankan perlunya kajian lebih lanjut untuk menyesuaikan nilai tersebut agar lebih adil bagi kreator.
Dengan perubahan ini, industri musik dalam negeri berharap dapat menciptakan ekosistem yang lebih sehat dan menguntungkan bagi seluruh pemangku kepentingan.






