
KPK Soroti Penyimpangan Pembagian Kuota Haji Tambahan 2024
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti ketidaksesuaian pembagian kuota haji tambahan tahun 2024 dengan tujuan awal Presiden Joko Widodo. Alih-alih memangkas antrean haji reguler, kuota tambahan justru dibagi secara tidak proporsional antara jemaah reguler dan khusus.
Niat Awal vs Realisasi di Lapangan
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Presiden Jokowi awalnya meminta tambahan kuota haji sebanyak 20.000 dari Arab Saudi untuk mempercepat antrean jemaah reguler. Namun, dalam pelaksanaannya, kuota tersebut dibagi 50% untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus.
“Ini sudah jauh menyimpang dari niatan awal,” tegas Asep di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (12/8/2025). Menurutnya, seharusnya pembagian mengacu pada UU No. 8 Tahun 2018, di mana kuota reguler mendapat porsi 92% dan khusus hanya 8%.
Kerugian Negara Capai Rp1 Triliun
Sebelumnya, KPK mengungkap dugaan kerugian negara dalam kasus ini melebihi Rp1 triliun. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan, pihaknya masih memeriksa pihak-pihak terkait sebelum menetapkan tersangka.
“Perhitungan awal menunjukkan kerugian negara lebih dari Rp1 triliun,” ujar Budi pada Senin (11/8/2025). Proses penyidikan masih berlangsung untuk mengumpulkan bukti lebih lanjut.
Kasus Naik ke Tahap Penyidikan
KPK telah meningkatkan status kasus dugaan korupsi kuota haji masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dari penyelidikan ke penyidikan. Asep Guntur menyebut, langkah ini diambil setelah ditemukan indikasi tindak pidana korupsi terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024.
“KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi,” jelasnya pada Sabtu (9/8/2025). Penyidikan dilakukan dengan menggunakan Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tipikor, yang mengatur kerugian keuangan negara akibat perbuatan melawan hukum.
Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) pun telah diterbitkan untuk mengusut tuntas kasus ini.