Evaluasi Kinerja BUMD: Di Balik Angka dan Realita
Kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) kembali menjadi sorotan setelah evaluasi terbaru dari Kementerian Dalam Negeri. Hasilnya mengungkap fakta mengejutkan: dari ribuan BUMD yang beroperasi, banyak yang tergolong tidak sehat atau bahkan bergantung pada dana APBD untuk bertahan. Alih-alih mandiri, sebagian besar justru terbebani oleh ketidakmampuan menghasilkan keuntungan secara berkelanjutan.
Persoalan ini tidak hanya berkutat pada aspek keuangan, tetapi juga menyoroti kegagalan tata kelola. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bahkan menyoroti praktik nepotisme dalam penempatan pejabat BUMD, di mana faktor politik kerap mengalahkan kompetensi.
BUMD dalam Pusaran Politik
Idealnya, BUMD hadir untuk memperkuat ekonomi lokal, memberikan pelayanan publik yang lebih baik, dan menciptakan keuntungan. Namun, realitanya, banyak BUMD justru dijadikan alat transaksi politik—tempat bagi-bagi jabatan sebagai imbalan dukungan. Meski proses seleksi direksi dan komisaris terlihat formal, keputusan akhir sering kali dipengaruhi oleh kepentingan di balik layar.
Dinamika kepemimpinan BUMD pun kerap mengikuti siklus politik daerah. Setiap kali pemimpin daerah berganti, manajemen BUMD juga ikut dirombak. Hal ini membuat arah bisnis tidak konsisten, padahal dunia usaha membutuhkan stabilitas dan perencanaan jangka panjang.
Budaya Birokrasi yang Membelenggu
Tak sedikit BUMD yang terjebak dalam pola kerja birokratis, di mana inovasi dikorbankan demi kepatuhan pada aturan. Mental “yang penting aman” menghambat terobosan bisnis, sehingga BUMD lebih sering mengandalkan bantuan APBD untuk menutup lubang kerugian daripada mengembangkan usaha.
Upaya Perbaikan yang Dibutuhkan
Agar BUMD bisa berperan optimal, beberapa langkah mendesak perlu diambil:
- Rekrutmen Berbasis Kemampuan: Proses seleksi pimpinan BUMD harus murni berdasarkan keahlian, bukan koneksi politik.
- Kepastian Masa Jabatan: Masa tugas direksi harus terpisah dari siklus politik agar strategi bisnis tidak terputus.
- Fokus yang Jelas: Setiap BUMD perlu memiliki tujuan tegas, apakah untuk pelayanan publik atau pencarian laba, dengan indikator kinerja yang terukur.
- APBD sebagai Investasi: Penyertaan modal daerah harus disertai rencana bisnis yang matang, bukan sekadar jadi penyelamat saat defisit.
BUMD sejatinya bisa menjadi tulang punggung ekonomi daerah. Namun, potensi ini akan terus terbuang selama praktik politik dan tata kelola yang buruk masih mendominasi. Perubahan sistemik dan budaya kerja yang lebih profesional adalah kunci untuk membawa BUMD keluar dari lingkaran masalah saat ini.







