Mantan CEO eFishery Ditahan Terkait Dugaan Penggelapan Dana

Gibran Huzaifah, mantan CEO eFishery, resmi ditahan oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri pada Kamis (31/7/2025). Penahanan ini terkait kasus dugaan penggelapan dana dalam proses akuisisi sebuah perusahaan teknologi pada 2024.

“Benar, Gibran telah ditahan sejak Kamis, 31 Juli 2025,” tegas Brigjen Pol Helfi Assegaf, Direktur Dittipideksus Bareskrim Polri, dalam pernyataannya Senin (4/8/2025).

Kecurangan dalam Laporan Keuangan

Kasus ini berawal dari investigasi internal yang digelar oleh para investor eFishery. Hasil pemeriksaan mengungkap indikasi penyimpangan finansial yang melibatkan Gibran. Akibatnya, ia dicopot dari posisi CEO pada Desember 2024.

Dugaan utama adalah pemalsuan pendapatan perusahaan sebesar hampir 600 juta dolar AS (Rp 9,74 triliun) dalam laporan sembilan bulan hingga September 2024. Padahal, investigasi membuktikan bahwa eFishery sebenarnya merugi 35,4 juta dolar AS (Rp 575 miliar), berlawanan dengan klaim laba 16 juta dolar AS (Rp 230 miliar) yang sebelumnya dilaporkan.

Selain itu, perusahaan juga dituding melebih-lebihkan jumlah tempat pakan ikan. Jika sebelumnya mengklaim memiliki lebih dari 400.000 unit, investigasi hanya menemukan sekitar 24.000 unit.

Kisah Sukses yang Berakhir Kelam

Gibran Huzaifah memulai kariernya sebagai peternak lele sebelum akhirnya merintis bisnis teknologi akuakultur. Lulusan ITB ini mengembangkan *smart feeder*, alat pemberi pakan ikan otomatis berbasis sensor dan algoritma, pada 2013. Alat ini diklaim mampu menghemat biaya pakan hingga 28% dan meningkatkan pendapatan peternak.

Dua tahun kemudian, eFishery resmi memiliki kantor pusat dan fasilitas produksi. Pada 2016, perusahaan ini mulai memproduksi *smart feeder* secara massal dan memperluas layanannya dengan platform digital seperti eFisheryKu dan eFisheryFund.

Prestasinya membawa Gibran masuk dalam daftar *Forbes 30 Under 30 Asia* pada 2017. Pada 2023, eFishery bahkan berhasil menjadi *unicorn* setelah mendapatkan pendanaan seri D senilai 200 juta dolar AS (Rp 3 triliun).

Namun, reputasinya hancur setelah kasus manipulasi keuangan terungkap. Pasca-pemberhentiannya, pemegang saham menunjuk Adhy Wibisono sebagai CEO sementara dan Albertus Sasmitra sebagai CFO sementara.