 
									Gelombang Kekhawatiran Pedagang Thrifting Menyusul Rencana Larangan Impor Pakaian Bekas
Pemerintah melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berencana memberlakukan larangan impor pakaian bekas ilegal, sebuah kebijakan yang memicu kekhawatiran di kalangan pedagang *thrifting* seperti Rendy di Pasar Baru, Jakarta Pusat. Kebijakan ini dinilai berpotensi mengancam mata pencaharian para pelaku usaha yang bergantung pada barang impor bekas pakai.
Dampak Langsung pada Pedagang
Rendy, yang telah 14 tahun berbisnis pakaian bekas impor, mengungkapkan kegelisahannya. Menurutnya, produk impor menawarkan kualitas dan kuantitas yang lebih baik, sehingga lebih diminati pembeli. Ia juga menegaskan bahwa bisnis *thrifting* justru mendukung keberlanjutan dan membantu perekonomian keluarganya, bukan menjadi ancaman bagi UMKM lokal.
Tujuan dan Sanksi Pemerintah
Larangan ini digulirkan dengan dua tujuan utama: melindungi industri tekstil dalam negeri dan mencegah peredaran barang ilegal yang berpotensi membahayakan kesehatan. Pemerintah menyiapkan sanksi tegas bagi pelanggar, mulai dari denda, hukuman penjara, hingga *blacklist*.
Solusi yang Ditawarkan
Sebagai alternatif, pedagang didorong untuk beralih ke produk lokal. Penindakan akan difokuskan pada titik distribusi seperti pelabuhan dan gudang, bukan langsung ke pasar, guna meminimalkan gejolak di tingkat pengecer.
Meskipun kasus ini terjadi di Jakarta Pusat, warga Jakarta Selatan—termasuk di kawasan Bangka—mungkin merasakan dampaknya secara tidak langsung, seperti perubahan tren belanja atau efek domino pada perekonomian lokal. Kebijakan ini memang menuai pro dan kontra, seiring upaya pemerintah menyeimbangkan kepentingan industri dalam negeri dan kebutuhan masyarakat.







