Gelisah hingga Harus Ditutup

0 0
Read Time:2 Minute, 26 Second

Ibu Menyusui di Ruang Publik: Perilaku Alami yang Masih Dilihat dengan Mata Negatif

Menyusui di tempat umum seharusnya dianggap sebagai hal yang wajar, sama seperti memberikan makanan kepada anak. Namun, kenyataannya, masih banyak yang menganggap aktivitas alami ini sebagai sesuatu yang tabu.

Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, peneliti utama sekaligus pendiri Health Collaborative Center (HCC), menjelaskan bahwa dukungan bagi ibu menyusui di ruang publik harus dimulai dari pemahaman bahwa menyusui adalah perilaku alamiah. “Persepsi idealnya adalah seseorang harus tahu dulu bahwa menyusui adalah hal yang alami dan perlu didukung,” ujarnya di Jakarta Selatan, Jumat (8/8/2025).

Sayangnya, tidak semua orang sepakat. Beberapa bahkan memiliki pandangan negatif yang justru menjadi “red flag” bagi para ibu yang ingin menyusui di tempat umum.

Persepsi Negatif Soal Ibu Menyusui di Tempat Umum

1. Merasa Tidak Nyaman

Peneliti utama sekaligus pendiri Health Collaborative Center (HCC), Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, di Restoran Beautika, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (8/8/2025).

Rasa tidak nyaman saat melihat ibu menyusui di tempat umum ternyata menjadi salah satu persepsi negatif yang dominan. Penelitian HCC bertajuk *”Persepsi dan Dukungan pada Ibu Menyusui di Tempat Umum”* menemukan bahwa 30% dari 731 responden mengaku merasa risih.

Ray menekankan, dukungan bagi ibu menyusui harus didasari persepsi positif. “Individu harus punya indeks perilaku positif sebelum mendukung,” katanya.

Bunga Pelangi, MKM, peneliti HCC lainnya, menyebut ada 24 indikator persepsi yang terungkap dalam studi ini—11 positif dan 13 negatif. Indikator ini muncul dalam berbagai situasi, seperti di transportasi umum, tempat makan, atau taman.

Beberapa persepsi positif meliputi: inspiratif, bahagia, alamiah, dan penuh cinta. Sementara yang negatif mencakup: memalukan, mengganggu, vulgar, bahkan dianggap cabul.

2. Membuat Gelisah

Meski alami, ibu menyusui di tempat umum masih menuai pro-kontra. Penelitian HCC menyampaikan persepsi red flag yang kerap dialami ibu menyusui.

Persepsi lain yang muncul adalah rasa gelisah. “Ketika melihat ibu menyusui di KRL, kafe, atau mal, ada yang berpikir, ‘Kok gue jadi gelisah ya’,” ujar Ray.

Gelisah ini bukan terkait keamanan, melainkan karena merasa risih. Sebanyak 29,7% responden mengalaminya.

3. Seharusnya Menyusui di Tempat Khusus

Meski alami, ibu menyusui di tempat umum masih menuai pro-kontra. Penelitian HCC menyampaikan persepsi red flag yang kerap dialami ibu menyusui.

Sebanyak 29% responden beranggapan bahwa ibu harus menyusui di ruang laktasi. Padahal, tidak semua tempat umum menyediakan fasilitas tersebut.

“Responden bilang, ‘Jangan nyusuin di sini, cari tempat khusus’. Padahal, anak yang lapar tidak bisa menunggu,” jelas Ray.

Bunga menambahkan, mencari ruang laktasi yang nyaman juga tidak mudah. “Tidak efektif jika ibu harus menunggu. Menyusui di mana saja seharusnya bisa dilakukan,” ujarnya.

4. Boleh Menyusui, Tapi Harus Ditutup

Meski alami, ibu menyusui di tempat umum masih menuai pro-kontra. Penelitian HCC menyampaikan persepsi red flag yang kerap dialami ibu menyusui.

Sebanyak 50% responden tidak setuju jika ibu menyusui tanpa penutup. “Mereka bilang, ‘Pakai cover dong’. Ini karena melihat payudara,” kata Ray.

Padahal, menyusui adalah aktivitas alami. Penggunaan penutup justru bisa membuat bayi tidak nyaman, bahkan berisiko menyebabkan luka pada ibu.

Secara Umum, Ibu Menyusui di Publik Ditolak

Meski alami, ibu menyusui di tempat umum masih menuai pro-kontra. Penelitian HCC menyampaikan persepsi red flag yang kerap dialami ibu menyusui.

Dari keempat persepsi tersebut, Ray menyimpulkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia cenderung menolak ibu menyusui di tempat umum. “Satu dari tiga responden memiliki persepsi kontra,” ujarnya.

Metode dan Demografi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode *social experiment* berbasis daring dengan pendekatan kuantitatif. Dari 731 responden, 84% adalah perempuan dan 16% laki-laki. Sebanyak 67% berusia di atas 30 tahun, dan 89% sudah menikah. Tingkat pendidikan responden bervariasi, dengan 60% berpendidikan di bawah SMA dan 40% sarjana atau lebih.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Related Posts

Kapan Harus Dimulai?

Gaya Asuh Otoriter (VOC): Kapan Waktu yang Tepat Menerapkannya? Gaya pengasuhan otoriter atau _parenting_ VOC dikenal dengan pendekatan disiplin ketat, aturan tegas, dan sistem hukuman yang jelas. Meski dianggap ketinggalan…

Jarak Emosional Anak dan Orangtua

Komunikasi, kasih sayang, dan kepercayaan adalah fondasi penting dalam hubungan orangtua dan anak. Namun, pola asuh yang terlalu kaku seperti *parenting VOC* dapat merusak ikatan tersebut. Psikolog Klinis Adelia Octavia…

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

You Missed

TVS M1-S Siap Meluncur: Motor Listrik Terbaru dengan Performa Maksimal!

  • By Admin
  • August 10, 2025
  • 1 views
TVS M1-S Siap Meluncur: Motor Listrik Terbaru dengan Performa Maksimal!

Uji Nyata Honda HR-V RS e:HEV: Performa Tangguh & Irit BBM untuk Aktivitas Sehari-hari

  • By Admin
  • August 10, 2025
  • 1 views
Uji Nyata Honda HR-V RS e:HEV: Performa Tangguh & Irit BBM untuk Aktivitas Sehari-hari

BMK Berencana Gabung MotoGP, Tunda Hingga Setelah 2027

  • By Admin
  • August 10, 2025
  • 1 views
BMK Berencana Gabung MotoGP, Tunda Hingga Setelah 2027

Gelisah hingga Harus Ditutup

  • By Admin
  • August 10, 2025
  • 2 views
Gelisah hingga Harus Ditutup

Kapan Harus Dimulai?

  • By Admin
  • August 10, 2025
  • 2 views
Kapan Harus Dimulai?

5 Tips Jitu dari Cak Imin Hindari Penipuan Lowongan Kerja Luar Negeri untuk Pekerja Migran

  • By Admin
  • August 10, 2025
  • 1 views
5 Tips Jitu dari Cak Imin Hindari Penipuan Lowongan Kerja Luar Negeri untuk Pekerja Migran