
Jakarta terus mempercepat pembangunan transportasi massal modern dengan suntikan dana besar-besaran. Dalam sepuluh tahun terakhir, proyek-proyek seperti MRT, LRT, dan Kereta Cepat telah menyerap investasi lebih dari Rp 150 triliun. Fasilitas ini memberikan kemudahan bagi 30 juta warga Jabodetabek, sementara di banyak kota besar lainnya, masyarakat masih mengandalkan angkutan umum tua dengan layanan yang jauh dari memadai.
Ketimpangan Infrastruktur Transportasi
Muhammad Akbar, pemerhati transportasi sekaligus mantan Kepala Dinas Perhubungan, menyoroti ketidakseimbangan pembangunan transportasi publik ini. Menurutnya, kebutuhan mobilitas di daerah tidak kalah penting dibanding Jakarta, tetapi perhatian pemerintah masih belum merata.
“Jakarta memang berhak memiliki layanan modern, tapi negara juga wajib memastikan kota-kota lain tidak terus bergantung pada angkutan umum yang seadanya,” tegas Akbar pada Rabu (17/9/2025).
Tampilan baru Halte TransJakarta Senen Sentral pasca berganti nama menjadi Halte Jaga Jakarta di kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat, Selasa (9/9/2025).
Tantangan Pembiayaan dan Prioritas Daerah
Akbar menjelaskan, sejak otonomi daerah diberlakukan, tanggung jawab transportasi perkotaan berada di tangan pemerintah daerah. Namun, banyak daerah yang terkendala kemampuan fiskal atau bahkan kurang memprioritaskan perbaikan angkutan umum.
“Anggaran lebih sering dialokasikan untuk proyek fisik yang terlihat nyata, sementara subsidi transportasi umum kerap diabaikan,” ujarnya.
Selain masalah pendanaan, ego sektoral, birokrasi yang berbelit, dan praktik pungutan liar turut memperburuk situasi.
Peran Kemenhub yang Belum Optimal
Di sisi lain, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dinilai masih terbatas pada penyusunan regulasi dan peluncuran program, tanpa diikuti pengawasan dan pendampingan yang konsisten.
Akbar menekankan, Kemenhub tidak boleh hanya bersikap pasif. Kehadiran aktif dalam pendampingan teknis, operasional, dan administratif sangat diperlukan agar program seperti Buy the Service (BTS) bisa berjalan efektif.
Bus Listrik TransJakarta
“Jika Kemenhub hanya berfokus pada regulasi, program BTS berisiko tidak berkelanjutan. Padahal, inisiatif semacam ini bisa menjadi solusi transportasi publik di berbagai daerah,” pungkasnya.