
Jakarta baru saja masuk dalam daftar kota paling bahagia di dunia versi majalah Inggris *Time Out*, menduduki peringkat ke-18. Penilaian ini didasarkan pada survei tahunan yang menggali penduduk langsung tentang berbagai aspek kehidupan kota, mulai dari seni, kuliner, hingga kualitas hidup dan aksesibilitas.
Reaksi Beragam dari Warga
Hasil survei ini memicu tanggapan beragam dari masyarakat Jakarta. Ijoel, warga Betawi asli, mengaku terkejut dengan predikat tersebut. Menurutnya, Jakarta belum sepenuhnya layak disebut kota bahagia karena masih ada kesenjangan sosial dan pembangunan yang tidak merata di beberapa wilayah.
Pandangan tentang Kemajuan dan Tantangan
Hendri, warga lain, mengakui bahwa Jakarta memiliki keunggulan seperti perekonomian yang dinamis dan sistem transportasi yang lebih maju dibanding kota-kota lain di Indonesia. Namun, ia menekankan bahwa program pemerintah belum sepenuhnya menjangkau kalangan menengah ke bawah, membuat akses terhadap fasilitas publik masih timpang.
Sementara itu, Terri, seorang pendatang dari Tangerang, memandang Jakarta sebagai kota yang lengkap dengan fasilitas transportasi umum dan kemudahan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meski begitu, ia menyoroti masalah klasik seperti kemacetan dan proyek pembangunan yang kerap mengganggu kenyamanan warga.
Diskusi tentang Kebahagiaan yang Belum Merata
Survei ini akhirnya memantik perdebatan mengenai sejauh mana kebahagiaan dan kesejahteraan benar-benar dirasakan secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat Jakarta.