
Ketua Banggar DPR Ingatkan Pemerintah untuk Hindari Kenaikan Tarif Pajak di Tengah Pemulihan Ekonomi
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengingatkan pemerintah agar tidak menaikkan tarif pajak saat kondisi masyarakat belum sepenuhnya pulih. Alih-alih mengejar target penerimaan, strategi perpajakan harus berfokus pada perluasan basis usaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Perluas Basis Usaha, Jangan Sekadar Mengejar Target
“Direktorat Jenderal Pajak seharusnya tidak hanya berburu di kebun binatang yang ada, melainkan memperluas kebun binatang itu sendiri. Artinya, kita perlu memperbesar skala usaha dan meningkatkan jumlah pelaku usaha agar kontribusi perpajakan meningkat secara alami,” ujar Said dalam keterangan pers, Kamis (21/8/2025).
Ia menambahkan, ketidakpastian global akibat konflik geopolitik dan perang dagang masih membayangi perekonomian dunia. Meski demikian, Indonesia dinilai memiliki kapasitas untuk menghadapi tantangan ini asalkan kebijakan fiskal dirancang secara adaptif dan efektif.
Proyeksi Ekonomi Global dan Peluang bagi Indonesia
Meski dunia masih dilanda ketidakpastian, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2026 mencapai 3%, lebih tinggi dari 2,8% di 2025. Sementara itu, negara berkembang diperkirakan tumbuh 3,9%.
“Proyeksi ini harus dimanfaatkan sebagai peluang untuk memperkuat ekonomi nasional. Krisis sekecil apa pun bisa menjadi momentum untuk melakukan lompatan ekonomi, asalkan respons kita cepat dan tepat,” tegas Said.
Kemandirian Pangan dan Energi Kunci Hadapi Perang Dagang
Said menekankan pentingnya kemandirian pangan dan energi sebagai jawaban atas meningkatnya proteksionisme global. Ia membandingkan dengan India yang memiliki cadangan minyak strategis (*strategic petroleum reserve*), sementara Indonesia masih perlu memperkuat kebijakan serupa.
“Pertumbuhan sektor pertanian 10,52% dan peternakan 8,8% di kuartal I-2025 adalah awal yang baik. Namun, ini harus didukung kebijakan jangka panjang agar tidak sekadar menjadi pencapaian sesaat,” ujarnya.
Ekspor dan Diplomasi Perdagangan Harus Lebih Ekspansif
Meski ekspor nasional tumbuh 6,6% pada kuartal I-2025, Said mengingatkan agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada pasar AS dan Tiongkok. “Diplomasi perdagangan harus lebih adaptif agar kita tidak terseret konflik dagang,” katanya.
Ia juga menyoroti melambatnya investasi global, dengan pertumbuhan investasi domestik hanya 2,12% akibat sikap *wait and see* investor. “Ini justru peluang bagi pemerintah untuk menyusun strategi investasi yang lebih menarik,” tambahnya.
Stabilitas Rupiah dan Strategi Pendanaan
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS, menurut Said, memiliki dua sisi: meningkatkan devisa jika ekspor kuat, tetapi juga berpotensi menaikkan biaya impor. Oleh karena itu, pemerintah dan Bank Indonesia perlu mempertimbangkan strategi nilai tukar yang lebih moderat.
“Penggunaan *local currency* dalam transaksi internasional harus diperluas untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS,” ucapnya.
Selain itu, Said mendorong agar dana perbankan lebih banyak mengalir ke sektor riil ketimbang Surat Berharga Negara (SBN). “Kami yakin Menteri Keuangan dan Gubernur BI memiliki solusi untuk hal ini,” katanya.
Peringatan Soal Pemangkasan Dana Transfer ke Daerah
Said menyayangkan rencana pemotongan Dana Transfer ke Daerah dan Desa (TKDD) dari Rp 919 triliun (2025) menjadi Rp 650 triliun (2026). Menurutnya, hal ini berisiko memicu kenaikan pajak daerah dan membebani masyarakat.
“Penguatan fiskal daerah adalah mandat otonomi daerah yang tidak boleh diabaikan,” tegasnya.
Pentingnya Pemutakhiran Data Kemiskinan
Said juga meminta pemerintah memperbarui data kemiskinan sesuai standar *purchasing power parity* (PPP) terbaru dari Bank Dunia. “Kebijakan penanggulangan kemiskinan harus didasarkan pada data yang akurat,” ujarnya.
Program Pemerintah Harus Jadi *Game Changer*
Di akhir paparannya, Said menegaskan bahwa program-program seperti MBG, Koperasi Merah Putih, dan Sekolah Rakyat harus benar-benar membawa perubahan nyata. “Tata kelola yang akuntabel dan transparan adalah kunci agar program ini tidak sia-sia,” pungkasnya.