
Gaslighting, sebuah bentuk manipulasi psikologis yang licik, sering kali tak terdeteksi namun dampaknya bisa merusak mental. Korban bisa mengalami kebingungan, keraguan terhadap diri sendiri, bahkan merasa seolah kehilangan kewarasan.
Menurut psikolog klinis Sari Chait, Ph.D., *gaslighting* sering digunakan sebagai alat untuk menguasai orang lain. “Ini adalah cara untuk mendapatkan atau mempertahankan kontrol atas seseorang,” jelas Chait, seperti dikutip dari *Prevention* (18/9/2025). Pelaku sengaja menciptakan kebingungan agar korban merasa bersalah dan lebih mudah dikendalikan. Berikut sepuluh tanda *gaslighting* yang patut diwaspadai dalam hubungan sehari-hari.
10 Tanda Gaslighting yang Harus Diwaspadai
1. Meremehkan atau Mengabaikan Perasaan
Pelaku *gaslighting* sering membuat perasaan korban terlihat tidak penting. Mereka mungkin merespons dengan ucapan seperti, “Kamu terlalu sensitif,” atau “Itu cuma lelucon, jangan lebay.”
Michele Leno, Ph.D., pendiri *DML Psychological Services*, menjelaskan bahwa perilaku ini membuat korban merasa tidak cukup, meski sudah berusaha keras. “Pelaku terus mengabaikan perasaan korban hingga mereka kelelahan secara emosional,” ujarnya. Akibatnya, korban enggan mengungkapkan perasaan karena takut dianggap berlebihan.
2. Berbohong dan Memutarbalikkan Fakta
*Gaslighter* adalah pembohong ulung. Mereka bisa menyangkal sesuatu meski ada bukti nyata. Seperti dilaporkan *Verywell Mind*, mereka sering berkata, “Itu tidak pernah terjadi,” atau “Kamu mengada-ada.”
Kebohongan yang terus-menerus ini membuat korban mulai mempertanyakan ingatannya sendiri. Lama-kelamaan, korban mungkin mulai percaya versi pelaku, meski sebenarnya tahu ada yang salah.
3. Menghindari Tanggung Jawab
Alih-alih mengakui kesalahan, pelaku *gaslighting* justru menyalahkan orang lain. Erin Wiley, M.A., L.P.C.C., direktur eksekutif *The Willow Center*, mengatakan bahwa taktik ini sengaja menciptakan kebingungan.
“Korban akhirnya merasa seperti merekalah sumber masalah dalam hubungan,” jelasnya. Hal ini menimbulkan rasa bersalah yang seharusnya tidak mereka tanggung.
4. Mengubah Cerita atau Sejarah
Pelaku sering memutar balik fakta untuk menguntungkan diri sendiri. Misalnya, jika mereka mendorong pasangan hingga jatuh, mereka bisa berkata, “Aku malah menahanmu agar tidak jatuh.”
Taktik ini membuat korban bingung dengan ingatannya sendiri. Seiring waktu, korban mungkin meragukan pengalamannya dan merasa tidak bisa lagi mempercayai ingatannya.
5. Mengisolasi Korban
*Gaslighter* sering memutus hubungan korban dengan orang terdekat. Mereka meyakinkan korban bahwa teman atau keluarga tidak bisa dipercaya, misalnya dengan berkata, “Mereka iri dengan kita, makanya ingin kita pisah.”
Wiley menjelaskan, isolasi ini membuat korban semakin bergantung pada pelaku. Tanpa dukungan sosial, korban sulit melihat realitas dan semakin terperangkap dalam hubungan yang toksik.
6. Mengalihkan Topik Pembicaraan
Ketika dikonfrontasi, pelaku *gaslighting* sering menghindari pertanyaan langsung. Mereka bisa tiba-tiba mengubah topik atau balik menyerang, membuat korban merasa tidak ada gunanya melanjutkan diskusi.
Pengalihan ini membuat korban merasa bersalah karena menuntut penjelasan. Akhirnya, korban mungkin berhenti bertanya karena takut dianggap merepotkan.
7. Menyalahkan Korban
*Blame-shifting* adalah taktik umum dalam *gaslighting*. Apa pun masalahnya, korban selalu disalahkan. Misalnya, pelaku berkata, “Kalau kamu tidak bikin aku marah, aku tidak akan bertindak seperti itu.”
Padahal, perilaku buruk adalah tanggung jawab pelaku. Namun, karena terus disalahkan, korban bisa percaya bahwa merekalah penyebab masalah.
8. Menggunakan Kata-Kata Manis sebagai Senjata
*Gaslighter* terkadang mengucapkan kata-kata penuh kasih seperti, “Aku sayang kamu, aku tidak akan menyakitimu.”
Meski terdengar menenangkan, ucapan ini sering hanya untuk meredakan kemarahan korban. Janji manis ini tidak tulus karena perilaku buruk terus berulang. Korban pun terjebak dalam siklus marah, dimanipulasi dengan kata-kata manis, lalu memaafkan, meski masalah tidak pernah berubah.
9. Menyebarkan Gosip dan Merusak Reputasi
Pelaku *gaslighting* tidak selalu menyerang langsung. Kadang, mereka menyebarkan gosip untuk membuat korban terlihat buruk di mata orang lain.
Mereka mungkin berpura-pura peduli, tapi diam-diam menyebut korban tidak stabil. Taktik ini efektif karena orang lain bisa salah menilai korban. Pelaku bahkan bisa mengklaim bahwa orang lain juga berpikir buruk tentang korban, padahal tidak benar.
10. Membuat Korban Meragukan Diri Sendiri
Efek paling berbahaya dari *gaslighting* adalah keraguan yang terus menggerogoti korban. Chait menegaskan, seseorang bisa kehilangan kepercayaan pada perasaan dan ingatannya sendiri jika terus mengalami *gaslighting*.
“Korban mulai meragukan diri, mempercayai versi pelaku, bahkan merasa seperti kehilangan kewarasan,” jelasnya. Perasaan inilah yang membuat korban sulit keluar dari lingkaran manipulasi, karena mereka tidak lagi percaya pada diri sendiri.
*Gaslighting* bukan sekadar perbedaan pendapat, melainkan manipulasi yang dapat merusak kesehatan mental. Mengenali tanda-tandanya membantu kita melindungi diri dan mencari dukungan. Jika mengalami hal ini, penting untuk berbicara dengan orang terpercaya atau mencari bantuan profesional.