
Dampak Kekalahan Timnas Indonesia: Serangan Netizen Sampai ke Keluarga Kluivert
Kegagalan Timnas Indonesia melaju ke Piala Dunia 2026 tidak hanya meninggalkan kekecewaan bagi para pendukung, tetapi juga membawa dampak tak terduga bagi keluarga pelatih Patrick Kluivert. Putranya, Justin Kluivert, turut menjadi sasaran kritik pedas di media sosial meski tidak terlibat langsung dalam performa tim.
Kinerja Timnas yang Mengecewakan
Timnas Indonesia harus menelan pil pahit setelah kalah 0-1 dari Irak dalam laga terakhir babak kualifikasi Grup B. Sebelumnya, mereka juga takluk 2-3 dari Arab Saudi. Hasil ini menempatkan Indonesia di dasar klasemen dan mengubur harapan lolos ke Piala Dunia 2026.
Amukan Netizen dan Tagar #KluivertOut
Kekecewaan fans berubah menjadi kemarahan di dunia maya. Tak hanya Patrick Kluivert yang jadi sasaran, Justin Kluivert—pemain Timnas Belanda—juga kebagian hujatan di kolom komentar Instagramnya. Tagar #KluivertOut pun ramai dipakai untuk menuntut sang ayah mundur dari posisi pelatih.
Justin Kluivert Tutup Kolom Komentar
Merasa tidak nyaman dengan komentar kasar, Justin memilih menonaktifkan fitur komentar di akun Instagramnya selama seminggu. Ia mengaku bingung dengan serangan yang dinilainya tidak pantas, terutama karena unggahannya hanya berisi momen kebersamaan keluarga.
Dukungan untuk Sang Ayah
Meski terdampak, Justin tetap membela ayahnya. Ia menegaskan bahwa Patrick Kluivert telah berusaha maksimal meski hasil akhir tidak sesuai harapan. “Kami belum membahas ini secara mendalam, tapi saya tahu dia sudah melakukan yang terbaik,” ujarnya.
Nasib Berbeda dengan Timnas Belanda
Sementara Timnas Indonesia terpuruk, Justin justru sedang dalam tren positif bersama Timnas Belanda, yang hampir dipastikan lolos ke Piala Dunia 2026. Kontras ini semakin menyoroti betapa dunia sepak bola bisa membawa konsekuensi berbeda bagi mereka yang terlibat.
Artikel ini menggambarkan bagaimana emosi negatif akibat kekalahan tim nasional bisa meluas, bahkan sampai ke pihak yang tidak langsung terkait. Tekanan tidak hanya dirasakan pelatih dan pemain, tetapi juga keluarga mereka.