
Pemangkasan Trotoar TB Simatupang Dinilai Langkah Mundur bagi Transportasi Berkelanjutan
Ahmad Syafruddin, Pendiri Koalisi Pejalan Kaki, menyayangkan rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan mengurangi sebagian trotoar di Jalan TB Simatupang untuk mengatasi kemacetan. Menurutnya, kebijakan ini justru bertolak belakang dengan upaya membangun sistem transportasi berkelanjutan (urban sustainable transport) yang telah digagas oleh para pemimpin Jakarta sejak dua dekade lalu.
Kebijakan Dianggap Kontraproduktif
“Langkah ini keliru dan merugikan proses pembangunan urban sustainable transport yang sudah dirintis oleh berbagai Gubernur DKI sejak tahun 2000,” ujar Ahmad saat dihubungi pada Minggu (24/8/2025). Ia menegaskan bahwa memperlebar jalan dengan mengorbankan trotoar dan jalur sepeda hanya menguntungkan pemilik kendaraan pribadi, padahal seharusnya kota mendorong masyarakat beralih ke transportasi umum.
“Kemacetan seharusnya menjadi konsekuensi bagi pengguna mobil dan motor, bukan malah diatasi dengan memperluas jalan,” tegasnya.
Solusi yang Lebih Efektif
Ahmad menilai, alih-alih mengurangi ruang bagi pejalan kaki dan pesepeda, Pemprov seharusnya menerapkan sistem jalan berbayar elektronik (ERP) dan tarif parkir progresif di kawasan padat seperti TB Simatupang. “Menggusur trotoar justru langkah mundur bagi strategi mobilitas berkelanjutan yang sudah dibangun dengan susah payah,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa Jakarta kini memiliki angkutan massal yang memadai, sehingga masyarakat sebaiknya didorong untuk memanfaatkannya, bukan terus bergantung pada kendaraan pribadi.
Penjelasan Pemprov DKI
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengumumkan bahwa trotoar di TB Simatupang akan dipangkas sementara hingga November 2025 guna mengurangi kemacetan. “Trotoar akan digunakan untuk lalu lintas terlebih dahulu, nanti akan kami kembalikan,” ujarnya di Senayan, Jakarta Pusat (24/8/2025).
Menurut Pramono, kondisi trotoar saat ini memang tidak optimal karena terpotong oleh berbagai proyek konstruksi. Namun, ia menegaskan bahwa perbaikan fasilitas pejalan kaki tetap menjadi prioritas setelah pekerjaan utama selesai. “Trotoar yang ada sekarang tidak bisa digunakan dengan baik karena terpotong-potong,” jelasnya.
Protes dari Masyarakat
Kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak yang menilai langkah tersebut mengabaikan hak pejalan kaki dan visi Jakarta sebagai kota global yang ramah lingkungan. Sejumlah warga juga mempertanyakan konsistensi Pemprov dalam mendukung transportasi berkelanjutan.