
Tunjangan Rumah Rp 50 Juta untuk Anggota DPR Dikritik: Dianggap Boros dan Tak Sesuai Realitas
Kebijakan pemberian tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan kepada anggota DPR RI memicu kecaman dari berbagai kalangan masyarakat. Banyak yang menilai besaran tunjangan tersebut tidak sebanding dengan kinerja para wakil rakyat dan hanya membebani anggaran negara.
Seorang warga Depok, Dira (25), menyatakan kekesalannya. Menurutnya, alokasi dana sebesar itu terkesan mubazir. “Ini seperti buang-buang uang negara. Apalagi ditambah tunjangan lain seperti komunikasi Rp 15 juta. Untuk apa uang segitu hanya untuk komunikasi?” tanyanya. Dira mendorong pemerintah untuk memangkas tunjangan-tunjangan tersebut dan menggantinya dengan fasilitas negara yang bisa dipakai bergilir oleh para anggota DPR.
Dinilai Tidak Peduli Kondisi Rakyat
Kritik serupa dilontarkan Yaomi (27), warga Depok lainnya. Ia menyoroti ketidaksesuaian kebijakan ini dengan kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit. “Saat rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan pokok, DPR justru menikmati tunjangan besar. Ini sangat tidak sensitif,” ujarnya. Yaomi juga mempertanyakan akumulasi gaji dan tunjangan anggota DPR yang bisa mencapai Rp 100 juta per bulan, menganggapnya lebih sebagai kemewahan daripada kebutuhan kerja.
Besaran Anggaran Dinilai Tidak Wajar
Seira Tamara, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), menyatakan bahwa kebijakan ini tidak tepat, terutama di tengah upaya pemerintah menghemat anggaran di sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan. “Total tunjangan perumahan untuk 580 anggota DPR selama lima tahun mencapai Rp 1,74 triliun. Jumlah ini sangat besar,” jelasnya.
Seira juga meragukan alasan DPR yang menyebut angka Rp 50 juta berdasarkan harga sewa di kawasan Senayan. “Jika benar mengutamakan fungsi, separuhnya pun sudah lebih dari cukup. Tanpa pengawasan ketat, bisa saja dana ini tidak digunakan sesuai peruntukannya,” tambahnya.
DPR Bela Kebijakan Tunjangan
Menanggapi kritik tersebut, Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan bahwa besaran tunjangan telah melalui kajian mendalam. “Ini sudah dihitung sesuai harga properti di Jakarta, mengingat kantor DPR berada di sana,” kata Puan. Meski demikian, ia membuka diri untuk masukan masyarakat. “Kami akan perhatikan aspirasi rakyat dan terus diawasi kinerjanya,” tegasnya.
Puan berharap masyarakat tetap aktif menyuarakan pendapat jika ada kebijakan DPR yang dinilai belum ideal. Namun, kritik terhadap tunjangan ini masih terus bergulir, dengan banyak pihak menilai nominalnya lebih mencerminkan gaya hidup mewah daripada kebutuhan fungsional.