
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menggandeng Universitas Brawijaya dalam inisiatif terbaru bertajuk AI Talent Factory, sebuah program yang dirancang untuk mencetak ahli kecerdasan buatan (AI) tingkat lanjut. Kolaborasi ini menjadi langkah awal dalam membangun generasi praktisi AI yang mampu menjawab tantangan digital melalui solusi inovatif.
Fokus pada Solusi Nyata dan Ekonomi Digital
Bonifasius Wahyu Pudjianto, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemkominfo, menegaskan bahwa program ini bukan sekadar pelatihan dasar. “Kami menargetkan peserta yang sudah berada di level *practitioner*, dibimbing langsung oleh para ahli untuk menciptakan solusi spesifik berbasis AI,” ujarnya dalam peluncuran program di Malang (21/8/2025).
Tujuannya dua lapis: memenuhi kebutuhan ahli AI nasional dan mendorong kontribusi ekonomi digital. “Ini tentang menyelesaikan masalah riil dengan *use case* konkret, sekaligus memperkuat pondasi talenta digital untuk masa depan,” tambah Bonifasius. Dampaknya diharapkan mampu meningkatkan porsi ekonomi digital terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Universitas Brawijaya sebagai Kampus Percontohan
Dipilihnya Universitas Brawijaya sebagai mitra pertama bukan tanpa alasan. Ke depan, Kemkominfo berencana memperluas kolaborasi dengan perguruan tinggi lain, termasuk di luar Jawa. “AI Talent Factory ini baru permulaan. Kami terbuka untuk bekerja sama dengan kampus yang memiliki kesiapan dan *core competency* di bidang AI,” jelas Bonifasius.
Rektor Universitas Brawijaya, Widodo, menyambut antusias program ini. Menurutnya, kemandirian teknologi AI adalah keharusan bagi Indonesia. “Masyarakat sudah menggunakan AI sehari-hari, tapi mayoritas produknya impor. Padahal, anak muda kita punya potensi besar untuk menciptakan AI lokal,” tegasnya. Program ini diharapkan menjadi wadah bagi generasi muda untuk berinovasi.
Kurikulum Berbasis Diskusi dan Eksplorasi
Said Mirza Pahlevi, Kepala Pusat Pengembangan Talenta Digital Kemkominfo, memaparkan pendekatan unik dalam kurikulum:
- 50% diskusi dan brainstorming dipandu ahli AI.
- Eksplorasi mandiri untuk mengasah kemampuan praktik.
- Hanya 20% pembelajaran teoritis, dengan fokus pada pengembangan prototipe.
“Ini bukan pelatihan biasa, tapi pembinaan agar peserta mampu berinovasi secara mandiri,” jelas Mirza. Setiap angkatan dibatasi maksimal 50 peserta melalui seleksi ketat. Tahun ini, program baru berjalan satu angkatan, namun pada 2026 akan diperluas ke 2-3 angkatan dengan melibatkan lebih banyak universitas.
Dengan langkah ini, Indonesia berupaya tak hanya menjadi pengguna, tapi juga pencipta solusi AI yang kompetitif di kancah global.