Ledakan di SMAN 72 Jakarta: Kisah Pilu di Balik Tragedi
Sebuah ledakan mengguncang SMAN 72 Jakarta pada Jumat siang, 14 November 2025, menewaskan 96 orang dan melukai puluhan lainnya. Tragedi ini menyisakan pertanyaan besar setelah terungkap bahwa pelaku, seorang remaja berstatus Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH), diduga menjadi korban perundungan yang tidak tertangani. Komjen Marthinus Hukom, mantan Kepala Densus 88 Antiteror, mengungkapkan bahwa pelaku sempat melaporkan kasus perundungan ke sekolah, tetapi tidak ada tindak lanjut. Catatan pribadi pelaku juga mengungkap keputusasaan dan pertanyaan tentang keadilan yang ia rasakan.
Sekolah Bantah Ada Laporan Perundungan
Kepala SMAN 72 Jakarta, Tetty Helena Tampubolon, membantah klaim tersebut. Ia menyatakan telah memeriksa catatan guru bimbingan konseling dan tidak menemukan laporan perundungan dari pelaku. “Siswa-siswa lain juga tidak memiliki informasi jelas mengenai hal ini,” ujarnya. Namun, pernyataan ini bertolak belakang dengan temuan penyidik yang menemukan catatan pelaku tentang pengalaman dirundung.
Motif Masih Diselidiki
Polisi masih menyusun kronologi lengkap kejadian dan mendalami motif di balik ledakan di masjid sekolah tersebut. Meski ditemukan senjata mainan di lokasi, penyebab utama insiden ini masih dalam penyelidikan. Tragedi ini memantik diskusi serius tentang pentingnya sistem pendidikan yang lebih peka terhadap isu perundungan dan perlindungan bagi siswa yang rentan.





