Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Pengesahan RUU KUHAP, Tuding Proses Legislasi Bermasalah
Sebuah aliansi organisasi masyarakat sipil yang mengusung pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengirimkan somasi terbuka kepada Pemerintah dan DPR RI. Mereka menuntut penghentian proses pengesahan RUU KUHAP yang diperkirakan akan dibahas dalam rapat paripurna minggu depan. Menurut koalisi ini, pembahasan rancangan undang-undang itu diwarnai praktik manipulatif dan minim partisipasi publik yang substantif.
Proses Legislasi Dinilai Tertutup dan Tidak Transparan
Arif Maulana, Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menyoroti bahwa pembahasan RUU KUHAP berlangsung tanpa kejelasan memadai. Ia menegaskan bahwa materi yang diajukan tidak sejalan dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia. Koalisi mengajukan lima poin tuntutan, di antaranya:
- Penarikan draf RUU KUHAP dari pembahasan lebih lanjut
- Pembukaan akses publik terhadap seluruh dokumen hasil pembahasan
- Permintaan maaf resmi kepada masyarakat atas proses yang tidak partisipatif
DPR dan Pemerintah Tetap Lanjutkan Pembahasan
Sebelumnya, Komisi III DPR dan pemerintah telah menyepakati untuk membawa RUU KUHAP ke tahap pembahasan tingkat II. Mereka beralasan bahwa revisi KUHAP diperlukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan sistem peradilan pidana modern. DPR juga meminta maaf karena tidak semua masukan dari masyarakat bisa dimasukkan dalam draf akhir. Namun, sikap ini justru memantik kritik dari kelompok sipil yang menilai prosesnya tidak inklusif.





