
KPK Jelaskan Alasan Pakai Pasal Pemerasan dalam Kasus Eks Wamenaker Noel
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan alasan penerapan Pasal Pemerasan dalam kasus korupsi yang menjerat mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel dan 10 orang lainnya. Menurut KPK, pasal ini dipilih karena adanya indikasi pemerasan dalam pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Asep Guntur Rahayu, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, menjelaskan bahwa tersangka sengaja memperlambat atau bahkan menghentikan proses penerbitan sertifikat K3 meski persyaratan dari pemohon sudah lengkap. “Ini berbeda dengan suap, di mana biasanya ada negosiasi karena persyaratan tidak lengkap. Dalam kasus ini, pemohon dipaksa membayar agar dokumennya diproses,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Dia menambahkan, praktik ini menimbulkan tekanan psikologis bagi pekerja yang membutuhkan sertifikat K3 untuk bekerja. “Mereka tidak mendapat kepastian kapan dokumen akan selesai, kecuali mau memberikan uang,” tegasnya.
Noel dan 10 Tersangka Resmi Ditetapkan KPK
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Noel dan 10 orang lain sebagai tersangka dalam kasus pemerasan pengurusan sertifikat K3 di Kementerian Ketenagakerjaan. Mereka diduga melanggar Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU Tipikor jo Pasal 64 dan 55 KUHP.
Selain Noel, tersangka meliputi pejabat Kemenaker seperti Irvian Bobby Mahendro (Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3), Gerry Adita Herwanto Putra (Koordinator Pengujian Kompetensi K3), serta sejumlah staf di Direktorat K3. Ada juga pihak swasta dari PT KEM Indonesia, yakni Temurila dan Miki Mahfud.
KPK juga telah menahan seluruh tersangka selama 20 hari terhitung sejak 22 Agustus 2025 di Rutan KPK, Jakarta. Langkah ini diambil untuk memperdalam penyidikan sebelum berkas dilimpahkan ke kejaksaan.