
KPK Beberkan Modus Pemerasan Sertifikat K3 yang Libatkan Eks Wamenaker
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang melibatkan oknum di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) disebut menjadi “perpanjangan tangan” untuk memungut biaya tidak wajar dari buruh dan perusahaan yang mengurus sertifikasi.
PJK3 Jadi Alat Pemerasan
Asep Guntur Rahayu, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, menjelaskan bahwa Kemenaker memanfaatkan PJK3 untuk menarik biaya jauh di atas ketentuan resmi. “Nilai pengurusan sertifikat yang seharusnya Rp 275.000 melonjak hingga Rp 6 juta, bahkan lebih di beberapa lokasi,” ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (28/8/2025).
Pembagian Uang Hasil Pungli
Dana hasil pemerasan tersebut dibagi antara PJK3 dan oknum di Kemenaker. “Ada pembagian persentase untuk PJK3, lalu sebagian lagi diserahkan ke pihak dalam kementerian,” tambah Asep. Korban utama dalam kasus ini adalah buruh dan perusahaan yang terpaksa membayar biaya tinggi untuk memperoleh sertifikat K3.
11 Tersangka, Termasuk Eks Wamenaker
Sebelumnya, KPK telah menetapkan 11 tersangka, salah satunya mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan (Noel). Mereka diduga terlibat dalam pungutan liar terkait sertifikasi K3.
Aliran Uang Mencapai Miliaran Rupiah
Menurut Ketua KPK Setyo Budiyanto, Irvian Bobby Mahendro—Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 Kemenaker (2022-2025)—diduga menerima aliran dana Rp 69 miliar dari praktik ini. Uang tersebut digunakan untuk pembayaran rumah, belanja, dan hiburan. Sementara itu, Noel disebut menerima Rp 3 miliar pada Desember 2024.
Dasar Hukum Penanganan Kasus
Para tersangka dijerat Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi, serta Pasal 64 dan 55 KUHP. Kasus ini menjadi sorotan publik sebagai bentuk penegakan hukum terhadap praktik korupsi di sektor ketenagakerjaan.