
Protein Hewani vs. Nabati: Mana yang Lebih Baik untuk Gaya Hidup Aktif?
Protein adalah nutrisi penting yang bisa didapat dari sumber hewani maupun nabati. Tapi, alih-alih memilih salah satu, kombinasi keduanya justru memberikan manfaat lebih maksimal bagi tubuh.
Ahli gizi Ayu Anisadiyah, S.Gz, menjelaskan bahwa protein hewani dan nabati memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. “Jika digabungkan, manfaatnya akan lebih optimal,” ujarnya dalam peluncuran produk Milo Pro di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu (24/8/2025). Kedua jenis protein ini sama-sama berperan penting dalam mendukung metabolisme tubuh.
Protein, Fondasi Utama Tubuh Aktif
Sebagai makronutrien esensial, protein berfungsi memperbaiki dan membangun jaringan tubuh, termasuk otot. Bagi mereka yang aktif berolahraga, terutama latihan beban atau aktivitas intens, protein sangat penting untuk pemulihan otot dan peningkatan performa.
Ketika otot bekerja keras, terjadi kerusakan mikro pada serat otot. Protein berperan sebagai “bahan perbaikan” yang membantu memulihkan dan memperkuat otot. Kekurangan protein dapat menyebabkan penurunan massa otot, sistem imun lemah, hingga proses penyembuhan luka yang lebih lambat.
Namun, konsumsi protein berlebihan juga tidak disarankan. Ayu mengingatkan bahwa kelebihan protein dapat membebani ginjal. “Protein diproses di ginjal. Jika berlebihan, kerja ginjal akan lebih berat dan bisa menimbulkan masalah dalam jangka panjang,” tegasnya.
Sayangnya, konsumsi protein masyarakat Indonesia masih tergolong rendah, terutama di kalangan usia aktif. “Kebanyakan orang lebih fokus pada karbohidrat. Porsi nasi sering lebih besar daripada lauk, padahal kebutuhan protein orang aktif jauh lebih tinggi,” tambah Ayu.
Perbandingan Kandungan Protein Hewani dan Nabati
Protein hewani—seperti ayam, ikan, daging, telur, dan susu—mengandung asam amino esensial lengkap, sehingga lebih mudah diserap tubuh untuk pembentukan otot dan jaringan.
Sementara itu, protein nabati dari tahu, tempe, kacang-kacangan, dan biji-bijian memiliki kandungan serat tinggi serta lemak sehat. Meski asam aminonya tidak selengkap protein hewani, sumber nabati lebih rendah kolesterol dan lemak jenuh, sehingga baik untuk kesehatan jangka panjang.
“Protein nabati rendah kolesterol dan lemak jenuh, tapi asam aminonya tidak selengkap protein hewani,” jelas Ayu. Oleh karena itu, kombinasi keduanya dalam pola makan harian adalah strategi terbaik untuk mendukung gaya hidup aktif.
Waktu dan Cara Konsumsi yang Tepat
Ayu menyarankan konsumsi protein maksimal dua jam setelah olahraga untuk mempercepat pemulihan otot. Sedangkan jika tujuannya menambah energi sebelum beraktivitas, protein sebaiknya dikonsumsi 1-2 jam sebelumnya.
Bagi yang membutuhkan asupan protein praktis—seperti atlet atau pekerja sibuk—produk tinggi protein seperti susu protein bisa menjadi solusi. “Tapi tetap perhatikan kadar gulanya,” pesan Ayu.
Jadi, alih-alih membandingkan mana yang lebih baik, menggabungkan protein hewani dan nabati dalam pola makan harian adalah pilihan paling bijak. Dengan pengolahan yang sehat dan waktu konsumsi yang tepat, keduanya akan saling melengkapi untuk mendukung gaya hidup aktif secara optimal.