
Membayar Royalti Bukan Sekadar Kewajiban, Tapi Bentuk Penghargaan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas menekankan bahwa pembayaran royalti lebih dari sekadar kewajiban finansial, melainkan wujud penghormatan terhadap hak cipta orang lain. Dalam wawancara eksklusif bertajuk *“Menteri Hukum Buka-bukaan: Isu Royalti Hak Cipta, Bendera ‘One Piece’, Amnesti-Abolisi”* yang tayang di YouTube Kompas.com, Senin (11/8/2025), ia menjelaskan bahwa royalti menjadi pendorong kreativitas karena memberikan nilai ekonomi bagi pemilik karya.
Royalti sebagai Perlindungan Hukum
Supratman menegaskan, kebijakan penarikan royalti bertujuan melindungi hak kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. “Kita perlu membangun kesadaran kolektif bahwa menghargai hak orang lain adalah kewajiban, sejalan dengan nilai Pancasila dan UUD 1945 yang menjamin perlindungan hukum setara bagi seluruh warga,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). “Masyarakat harus mengawasi LMKN—berapa dana yang terkumpul, siapa yang membayar, semua harus diumumkan dan diaudit secara terbuka,” tegasnya. Supratman menambahkan bahwa dana royalti tidak masuk ke kas negara, melainkan sepenuhnya untuk pemegang hak cipta.
Penyelesaian Sengketa Royalti Mie Gacoan
Isu royalti sempat memanas akibat sengketa antara PT Mitra Bali Sukses (pemilik merek Mie Gacoan) dan SELMI (Seluruh Musik Indonesia). Kedua belah pihak akhirnya berdamai dengan penandatanganan perjanjian di Kanwil Kemenkumham Bali, Jumat (8/8/2025).
Mie Gacoan setuju membayar royalti sebesar Rp 2,2 miliar untuk penggunaan musik dari 2022 hingga Desember 2025. Menurut Sekjen SELMI Ramsudin Manullang, nilai tersebut dihitung berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.